Artikel: H Anwar Abbas
IMBCNews | Jika benar Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan kepada para pengkritik Pemerintah untuk angkat kaki dari Indonesia, hal ini tentu jelas-jelas sangat memprihatinkan. Ungkapan demikian juga sangat kita sesalkan, karena selain bertentangan dengan nilai-nilai dan semangat yang terdapat dalam UUD 1945, namun juga secara adab cenderung tidak tepat dengan nilai budaya demokrasi.
Di dalam UUD 1945 Pasal 28E Ayat 3 mengatakan: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Jika benar pemerintah abai dengan pasal dan ayat ini, sebagai mana dipandangkan melalui sikap yang ditunjukkan Luhut di atas, maka yang demikian itu telah menjadikan pemerintah menjadi pemerintahan yang absolut, karena mereka tidak lagi mau menerima kebenaran yang disampaikan oleh pihak lain. Di mana menurut Luhut, semua yang telah dibuat dan dilakukan oleh pemerintah sudah pasti benar.
Jadi, kepemerintahan dan kepemimpinan yang diinginkan dan hendak dikembangkan oleh Luhut bukanlah pemerintahan dan kepemimpinan yang menghormati kedaulatan rakyat, akan tetapi adalah kedaulatan penguasa.
Bila yang disebut barusan ini yang terjadi, maka berarti Luhut sudah menggeser negeri ini dari negeri yang menjunjung tinggi demokrasi dan musyawarah menjadi negara otoriter, anti-kritik dan anti-reformasi.
Padahal, semestinya seorang Luhut sebagai salah sosok pemimpin harus tahu; Bahwa yang namanya pemerintah itu sejatinya memerlukan kritik agar dia bisa memiliki perspektif sehingga dia dapat menemukan dan melakukan sesuatu yang lebih baik dan bahkan terbaik bagi negara dan bangsanya. Suatu kritik, biasanya tidak hanya untuk hari ini tetapi juga untuk masa depan bangsa dan negara.
Oleh karena itu adalah wajar jika kita sangat keberatan dengan sikap yang disampaikan Luhut tersebut. Pasalnya, jika sikap dan pandangannya ini tidak diluruskan maka pemerintahan yang akan terbentuk adalah pemerintahan yang anti-dialog dan anti=kritik. Bila yang terjadi seperti ini maka berarti Luhut telah menggiring pemerintahan di negeri ini menjadi pemerintahan yang absolut yang sangat bertentangan jiwa, nilai dan semangatnya dengan negara demokrasi yang kita dengung-dengungkan selama ini.
Karenanya pula, jika masih perlu ada kata ‘angkat kaki’ dan kata ‘usir mengusir’ maka yang harus angkat kaki dan harus diusir dari negeri ini bukannya para pengkritik pemerintah dimaksud, melainkan saudara Luhut Binsar Pandjaitan sendiri. Bila yang terjadi yang penulis sebut terakhir ini, apakah hal demikian akan baik bagi kepentingan bangsa dan negara kita? Untuk ini, kembali kepada kita semua untuk menjawabnya.
*] H Anwar Abbas, penulis, adalah Wakil Ketua Umum MUI