IMBCNews, Jakarta | Utusan khusus Pemerintah Indonesia untuk PBB Bidang Penanganan Hak Asasi Manusia (HAM) Marzuki Darusman mengingatkan pemerintah agar memberikan pemulihan nama baik terhadap mantan Gubernur Papua Barnabas Suebu yang telah menjalani hukuman 8 tahun terkait korupsi.
“Saya mengenal Pak Bas (panggilan akrab Barnabas) dengan baik. Kelihatannya, dugaan korupsi yang ditangani KPK itu kurang punya dasar kuat sehingga putusan pengadilannya juga kacau. Oleh karenanya, demi kemanusiaan, Pemerintah Indonesia perlu memulihkan nama baiknya,” kata Marzuki Darusman kepada IMBCNews, di Jakarta, Selasa pekan ini.
Pemikiran Marzuki itu dilandasi atas buku “Mengurai Benang Kusut Keadilan Perkara Barnabas Suebu” yang ditulis Dr, ST Laksanto Utomo, Peneliti dari Lembaga Studi Hukum Indonesia (LSHI). Dalam kasus Barnabas, ia didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah disempurnakan dengan UU No 20 Tahun 2001 dan Pasal 55 Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Pasal itu, antara lain, memuat korupsi uang negara atau memperkaya diri atau korporasi atau merugikan keuangan negara, sehingga hukumannya cukup berat minal 4 tahun.
Menurut Marzuki, buku yang ditulis Dr. Laksanto dengan basis eksaminasi putusan Pengadilan yang sudah incrah, tidak punya dampak hukum terhadap pak Bas. Tetapi buku yang tengah dibedah di Sekolah Pacasarjana Uninersitas Pancasila ini dapat memberikan inspirasi kepada pemerintah, bagaimana jika ada orang yang tidak bersalah namun dipaksakan seolah-olah orang itu bersalah.
“Pandangan saya, hal seperti itu merupakan criminal justice, atau bentuk kriminal hukum yang dilakukan oleh otoritas hukum. Dengan begitu, demi kemanusiaan dan martabat manusia, pemerintah atau negara mestinya dapat mencari jalan supaya dapat memulihkan matabat seseorang yang dikriminalisasi itu,” kata Marzuki.
Menjawab pertanyaan wartawan, Marzuki yang mantan Jaksa Agung era Presiden Abdurahman Wahid mengatakan, bangsa ini sudah lama kehilangan martabat; Oleh karenanya, tidak ada salah, jika pemerintah membuat terobosan hukum mengembalikan martabat manusia yang sudah lama dizholimi oleh aparatur hukum.
Marzuki memberikan ilustrasi hukum berbasis martabat manusia yang ditorehkan Presiden Soeharto; Yakni, saat salah satu anggota DPR dijatuhi pidana mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta, karena tersangkut gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) namun kritik dari luar negeri cukup kencang.
Kemudian ada yang lapor kepada Presiden, saat itu dapat respons dan Pak Harto bilang, kenapa harus pidana mati? Bukankan baik, jika anaknya dan cucunya diberikan kesemaptan untuk merawat dan melihat orang yang sudah tua itu dengan selain pidana mati?
Akhirnya terpidana itu diampuni dengan pertimbangan hak dan martabat manusia.
Kasus kemanusiaan masa silam itu, sebut Marzuki begitu luar biasa, mengena ke banyak orang, termasuk wanita di bawah umur dan orang-orang lansia yang terkena kriminalisasi berkait hukum.
“Hal yang pernah dicontohkan Soeharto itu bagus untuk membangun hukum khas Indonesia,” harap Marzuki seraya menjelaskan; Artinya, hukum tidak saja dilihat dari pasal-pasal dan teks saja, tetapi juga butuh konteks dan pada akhirnya menjadi hukum yang membahagiakan untuk warganya.
Anak Deplomat yang lulus dari ITB jurusan Fisika Murni dan sekolah di berbagai negara itu menyarankan agar buku ‘Mengurai Benang Kusut Keadilan Perkara Barnabas Suebu’ yang baru di Launching agar diterjemahkan kedalam bahasa Ingris sehingga pasarnya masuk ke tingkat internasional.
“Karena saya membaca cukup bagus dan berbobot analisanya,” sebut Marzuki. Menurutnya, buku itu juga baik untuk bacaan para hakim agar menjadi referensi dalam memutus kasus yang tampaknya jaksa dalam memberikan tuntutan mengalami keraguan.
“Nah, Eksamnasi seperti itu penting untuk dilakukan dalam kasus besar lainnya,” pungkas mantan Ketua Kejagung menyampaikan sarannya. (tys/IMBCNews: booklaunching)