IMBC News | Presiden Republik Indonesia, Jokowidodo, meresmikan Tol Cisumdawu pada 11 Juli 2023 setelah 11 tahun masa pengerjaan. Achmad Nur Hidayat, Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta (UPNVJ) dan CEO Narasi Institute mengkritik lamanya pembangunan tol ini dan menuntut kualitas terbaik untuk memastikan tidak ada masalah berarti di masa mendatang.
Pada peresmiannya, Jokowi menjelaskan bahwa pembangunan Tol Cisumdawu terhambat oleh pembebasan lahan dan pembebasan tanah, yang menyebabkan proyek ini mangkrak selama 11 tahun. Proyek yang pertama kali dibangun pada tahun 2011 ini akhirnya selesai dan memiliki panjang total 61,6 kilometer di tahun 2023.
Jokowi juga mencatat bahwa pembangunan Tol Cisumdawu menghabiskan anggaran sebesar 18,3 triliun, dengan sekitar Rp. 9,07 triliun berasal dari anggaran pemerintah dan sisanya didapatkan melalui skema pembiayaan pemerintah dan badan usaha.
Tol Cisumdawu diharapkan dapat mempermudah akses logistik dan mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah yang dilalui. Namun, Achmad Nur Hidayat menyampaikan keprihatinan mengenai proses pengerjaan yang lama selama 11 tahun, mempertanyakan pengelolaan proyek yang tepat serta menuntut agar tol ini dibangun dengan kualitas terbaik sesuai standar yang ada.
Rekomendasi
Kedepan, Proyek infrastruktur yang diadakan Pemerintah di masa depan seharusnya memperhatikan hal sebagai berikut:
Pertama, Pemerintah harus melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penyebab lamanya pengerjaan Tol Cisumdawu dan mengidentifikasi kendala pembebasan lahan serta pembebasan tanah untuk dihindari di proyek infrastruktur masa depan.
Kedua, Transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran proyek infrastruktur harus ditingkatkan untuk mencegah penyalahgunaan dan memastikan efisiensi penggunaan dana publik.
Ketiga, Penyediaan layanan dan fasilitas di Tol Cisumdawu harus diawasi ketat untuk memastikan standar keselamatan dan kenyamanan bagi pengguna jalan tol.
Keempat, Pemerintah perlu menjaga kualitas jalan tol dengan baik agar tidak terjadi masalah berarti di masa mendatang yang dapat mengganggu mobilitas dan pertumbuhan ekonomi.
Kelima, Proses perencanaan dan pengawasan proyek infrastruktur harus lebih ketat, termasuk mengatasi masalah perizinan dan perundang-undangan yang dapat memperlambat pengerjaan.
Keenam, Pemerintah perlu melibatkan pemangku kepentingan dan mendengarkan masukan dari masyarakat sebelum memulai proyek infrastruktur besar untuk menghindari penolakan dan konflik yang berkepanjangan. ***