IMBCNEWS | Jakarta, Analis Keimigrasian Ahli Utama di Kemenkumham, Ronny F Sompie mengusulkan, pemberian Visa Ijin Tinggal Terbatas (VITAS) oleh Ditjen Imigrasi Kementerian Menkumham sebaiknya tidak tergantung dari notifikasi dari Kementerian Investasi / Badan Koordinasi Penanaman Modal ( BKPM ), karena sistem itu masih bersifat birokratik.
Nuansa dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 20 Tahun 2018 adalah debirokratisasi untuk menarik modal secara cepat dan mudah, namun Ditjen Imigrasi tentu tak mudah menerbitkan VITAS jika belum ada notifikasi dari instansi lainnya, kata Ronny F Sompie, menjawab pertanyaan terkait Vitas di Jakarta, Jumat.
Ronny yang menempati posisi analis utama sejak 21 Februari 2021, mengatakan, Ditjen Imigrasi sangat mendukung kelancaran-arus-investasi masuk ke Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan, membuka peluang tenaga kerja dan meningkatkan endapatan masyarakat. Tugas ini bagian dari dukungan PERPRES No 20 Tahun 2018.
“Persoalannya adalah pemberian VITAS bagi Investor oleh Ditjen Imigrasi harus melalui notifikasi BKPM berkaitan dengan izin investasinya, sehingga kerja Ditjen Imigrasi terkait VITAS tampak belum optimal,” katanya.
Kalau BKPM memberikan izin kepada investor asing yang akan berinvestasi di Indonesia dalam waktu yg lama, maka MUARA nya pasti seolah-olah Ditjen Imigrasi yg kelamaan memberikan VITAS.
Oleh karenanya, lebih baik Ditjen Imigrasi langsung memberikan VITAS kepada WNA calon investor tanpa melalui notifikasi BKPM. Apabila WNA calon investor itu terlalu lama tidak mendapatkan izin investasi dari BKPM, yang bersangkutan dapat memperpanjang VITAS ke Ditjen Imigrasi.
Itu salah satu SOLUSI, agar Ditjen Imigrasi tidak menjadi kambing hitam kesalahan dalam hal pemberikan kemudahan investasi di Indonesia bagi WNA.
Ditambahkan, di Eropa, setiap WNA mengajukan permohonan VISA ke Imigrasi, tanpa harus ada rekomendasi dari instansi lainnya, karena Imigrasi memberikan Visa atas dasar pertimbangan kedaulatan dan keamanan negara, bukan pertimbangan berkaitan dengan pertimbangan ekonomi semata.
“Kalau hanya atas dasar pertimbangan ekonomi, kemudian ternyata orang asing tsb merupakan jaringan pelaku kejahatan, tetap saja akan ditolak. Apalagi orang asing tersebut terlibat kejahatan transnasional terorganisasi seperti narkotika, terorisme, pencucian uang, perdagangan orang, penjualan persenjataan dan amunisi ilegal,” katanya.
Ia juga mengatakan, Perintah pak Menteri Yasona cukup jelas, layani para WNA yang sudah sesuai prosedur dan minimalisasikan adanya pungutan liar yg harus menjadi perhatian Dirjen Imigrasi. Dalam Pasal 1 ayat 5 Perpres No 20/2018 menyebutkan, Visa Tinggal Terbatas yang selanjutnya disebut Vitas adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh pejabat yang berwenang di Perwakilan Republik Indonesia atau di tempat lain yang ditetapkan Pemerintah RI yang memuat persetujuan bagi Orang Asing untuk melakukan perjalanan ke Wilayah Indonesia dan menjadi dasar untuk pemberian Izin Tinggal Terbatas dalam rangka bekerja.
Namun dalam Pasal 18 juga diatur dalam penerbitan VITAS yakni, Permohonan Vitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dimohonkan dengan melampirkan notifikasi dan bukti pembayaran, katanya.
Imbcnews/diolah/***