IMBCNEWS – Jakarta – Mantan Menko Polhukam Mahfud MD menilai ide Presiden Prabowo Subianto untuk memaafkan koruptor sangatlah membingungkan. Pasalnya sebelum jadi Presiden, Prabowo pernah berjanji akan ‘menyikat’ koruptor sekalipun sampai ke Antartika. Ia menyampaikan itu lewat cuitan di akun X-nya @mohmahfudmd yang dikutip pada Senin (23/12/24).
“Sikap Presiden Prabowo tentang pemberantasan korupsi seperti membingungkan,” kata Mahfud dalam cuitannya. Ia berpendapat ucapan Prabowo itu bertentangan dengan ucapan lainnya yang menyatakan akan menghabisi para koruptor. Mahfud pun menyinggung omongan Prabowo yang mengatakan akan mengejar koruptor kemana pun ia akan kabur.
Presiden Prabowo sebelumnya mempertimbangkan untuk memaafkan para koruptor yang mengembalikan duit hasil korupsi ke negara. Prabowo mengesampingkan proses hukum dengan memberi kesempatan koruptor bertaubat. Rencana yang ia sampaikan saat berpidato di hadapan mahasiswa Indonesia di Kairo, Mesir, itu menuai penolakan dan perlawanan.
“Saya dalam rangka memberi apa istilahnya tuh memberi voor, apa voor, apa itu, memberi kesempatan, memberi kesempatan untuk taubat,” kata Prabowo saat berpidato di depan para mahasiswa Indonesia di Kairo, Mesir, Rabu (18/12/24) waktu setempat.
Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ‘mengunci’ upaya Presiden Prabowo Subianto untuk memaafkan koruptor. Niat Prabowo mengampuni tindak pidana korupsi, asal uang kerugian negara dikembalikan, dinilai bisa melanggar hukum. Menko Polhukam 2019-2024 Mahfud MD menegaskan tindakan Prabowo sama saja ikut menyuburkan korupsi.
“Korupsi itu kan dilarang, dilarang siapa? Menghalangi penegakan hukum, ikut serta, atau membiarkan korupsi, padahal dia bisa ini (melaporkan), lalu (malah) kerja sama. Padahal itu kompleks sekali, komplikasinya akan membuat semakin rusak lah bagi dunia hukum, sebab itu hati-hati lah,” pesan Mahfud ke Prabowo, dikutip dari detikcom, Sabtu (21/12/24).
“Menurut hukum, menurut hukum yang berlaku sekarang, itu (memaafkan koruptor) tidak boleh. Siapa yang membolehkan itu, bisa terkena Pasal 55, berarti ikut menyuburkan korupsi, ikut serta ya. Pasal 55 KUHP itu,” tegasnya.
Aturan yang berpotensi dilanggar Prabowo adalah KUHP lama, yakni Wetboek van Strafrecht (WvS). Pasal 55 beleid itu mengatur soal Penyertaan dalam Tindak Pidana.
(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
- Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
- Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Namun, Menteri Koordinator bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra punya pendapat lain. Ia mengatakan apa yang diupayakan Presiden Prabowo itu tidak melanggar undang-undang. Yusril menyebut usul Prabowo untuk memaafkan koruptor asal mengembalikan kerugian negara merupakan bagian dari amnesti. Ia lantas menyinggung adanya KUHP Nasional yang bakal diberlakukan awal 2026. Sang menko menegaskan apa yang disampaikan Prabowo untuk memaafkan koruptor menjadi gambaran dari perubahan filosofi penghukuman.
“Penghukuman bukan lagi menekankan balas dendam dan efek jera kepada pelaku, tetapi menekankan pada keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif. Penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi haruslah membawa manfaat dan menghasilkan perbaikan ekonomi bangsa dan negara, bukan hanya menekankan pada penghukuman kepada para pelakunya,” kata Yusril dalam rilisnya, Kamis (19/12/24).
“Kalau hanya para pelakunya dipenjarakan tetapi aset hasil korupsi tetap mereka kuasai atau disimpan di luar negeri tanpa dikembalikan kepada negara, maka penegakan hukum seperti itu tidak banyak manfaatnya bagi pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat,” pungkasnya.
KUHP Nasional yang dimaksud Yusril adalah UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ini adalah KUHP terbaru yang akan berlaku mulai 2026. Isi pasal 55 pada KUHP Nasional itu berbeda dengan produk hukum warisan Hindia Belanda. Sedangkan pidana penyertaan diatur dalam Pasal 20 hingga Pasal 22 UU Nomor 1 Tahun 2023.
Menko Kumham Imipas Yusril Ihza Mahendra menyebut narapidana yang akan menerima amnesti dari Presiden Prabowo Subianto mayoritas terkait kasus narkotika, bukan koruptor.
Ia tidak menjelaskan secara rinci ihwal penerima amnesti tersebut. Hanya saja, Yusril mengatakan paling banyak merupakan narapidana kasus narkotika, sementara untuk kasus korupsi hanya berjumlah beberapa ribu saja.
“Sebagian besar adalah pengguna narkoba. Yang lain-lain, mungkin Pak Supratman (Menteri Hukum) yang lebih tahu. Tapi yang korupsi itu enggak banyak, itu cuma ya berapa ribu, yang paling banyak narkotika,” ujarnya kepada wartawan, Jumat (20/12).
Yusril mengakui dalam UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) disebutkan secara jelas bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak akan menghapus sifat pidana dari perbuatan korupsi.
Akan tetapi, ia mengatakan ketentuan pemberian amnesti dari Presiden telah diatur dalam ketentuan lain yang lebih tinggi yakni Undang-Undang Dasar 1945.
“Ada yang mengatakan itu bertentangan dengan undang-undang. Tapi saya mengatakan begini, harus baca undang-undang lain. Undang-undang lain itu lebih tinggi sumbernya UUD 1945, yaitu Presiden memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi,” jelasnya.
“Presiden memberikan grasi meminta pertimbangan Mahkamah Agung. Kalau Presiden memberikan amnesti dan abolisi meminta pertimbangan DPR. Grasi, amnesti dan abolisi itu bisa diberikan terhadap tindak pidana apapun,” imbuhnya.
Sehingga, kata dia, apabila nantinya Presiden Prabowo telah memberikan amnesti kepada para koruptor baik yang sudah divonis ataupun belum maka perkaranya secara otomatis akan selesai.
“Kalau itu dilakukan maka ketentuan bahwa meskipun mengembalikan kerugian negara tidak menghapuskan sifat pidananya, dengan diberikan abolisi dan amnesti perkaranya selesai. Lebih tinggi itu UUD 1945,” jelasnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons keinginan Presiden Prabowo Subianto yang hendak memaafkan koruptor apabila mengembalikan uang korupsi ke negara. KPK belum bisa menyampaikan setuju atau tidak setuju hal tersebut. Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan pihaknya akan menunggu terlebih dahulu mekanisme atau ketentuan detail untuk selanjutnya menentukan sikap.
“Konteksnya ini nanti mungkin akan didetailkan oleh para pembantu beliau. Seperti apa? Karena kan selanjutnya itu ada penjelasan beliau ‘nanti mekanismenya akan diatur’. Nah, mekanisme yang diatur itu seperti apa saya yakin nanti akan lebih detail,” ujar Setyo dalam konferensi pers perdana di Gedung Juang KPK, Jakarta, Jumat (20/12/24).
Setyo hingga kini masih meyakini komitmen Prabowo dalam pemberantasan korupsi sebagaimana yang selalu disampaikannya dalam beberapa kesempatan. Untuk itu, ia menunggu lengkap ide yang beberapa waktu lalu disampaikan ke publik dan bersedia untuk berkomunikasi.
“Saya percaya bapak presiden begitu tegas dari mulai beliau disumpah. Kemudian di beberapa event selalu menyampaikan tentang pemberantasan korupsi,” ucap Setyo. (*)
imbcnews/diolah dr berbagai sumber