IMBCNews, Karawang | Sejumlah petani yang tercatat sebagai warga Desa Tegalsawah Kecamatan Karawang Timur (Kartim) cemas, akibat tanaman padi mereka diserang hama penggerek batang dan juga tikus. Akibatnya lagi, hasil panen jauh dari target yang diharapkan. Modal tanam padi dan perawatannya tak tertutup sehingga utang mereka entah kapan akan terbayarkan.
Salah seorang petani di persawahan Desa Tegalsawah yang akrab disapa Ujang (59) mengaku ketika gejala hama menyerang tanaman padinya langsung dilakukan penyemprotan untuk mengusir hama. “Penyemprotan hingga 15 kali. Tapi, hasilnya keneh keneh kehed,” ungkap dia kepada IMBCNews berbahasa daerah, di lokasi sawahnya, Jumat (12/7).
Sudah disemprot sampai 15 kali, lanjut Ujang, hamanya tetap bandel. Selain serangan hama penggerek batang, hama tikus juga ikut memperparah. “Pas masa panen, mau tidak mau saya panen sisa-sisa serangan penggerek dan tikus. Dari luas sawah tiga hectare, hasil panen terkumpul kotor sekitar 7,5 ton gabah,” terang dia.
Ia pun mengemukakan, panen di pertengahan tahun 2024 ini tidak sesuai target yang diharapkan. Rata-rata per hektar hanya dapat 2.5 ton gabah.
Lebih lanjut ia menyebut, padi yang ditanam di sawahnya varietas Inpari 32. Saat masa perawatan tanaman padi dirinya hanya dapat membeli di kios yang ditunjuk poktan untuk jenis pupuk subsidi urea 150 kilogram, harga per kilogram Rp2.400. Untuk pupuk subsidi poshka, harga belinya Rp2.500 per kilogram.
Di lokasi terpisah, H Amo (65) mengatakan, bahwa hampir di semua kecamatan di Kabupaten Karawang banyak juga tanaman padi sawah diserang hama penggerek atau pun tikus. “Jadi ya petani di pertengahan tahun 2024 ini lumayan banyak juga yang gagal panen,” kata Amo kepada IMBCNews di Desa Tegalsawah, Jumat.
Lebih jauh petani yang tercatat sebagai warga Dusun Krajan 2 Tegalsawah ini mengolah sawah miliknya yang berada di wilayah Desa Kemiri Kecamatan Jayakerta. Ia mengaku luas tanaman padi di sawah miliknya sekitar dua hektar. “Dari dua hektar sawah yang saya tanami padi, di Desa Kemiri-Jayakerta, hanya terkumpul sekitar setengah ton gabah,” jelas dia.
Ia kemudian merinci, modal dari mulai mengolah lahan, lalu tabur benih, biaya tandur, pupuk urea dan pupuk phoska, sampai penyemprotan hama dan perawatan lainnya hingga panen, telah menghabiska biaya mencapai Rp20 juta.
“Yach, yang bukan petani mungkin juga lebih pintar itung-itungan. Harga gabah sekarang ditetapkan pemerintah Rp6.000 per kilogram. Kalikan saja dengan setengah ton atau 500 kilogram. Pastinya sama dengan saya rugi besar. Sekarang tinggal utang yang banyak dan membayarnya belum tau kapan dan dari mana,” keluh dia berekpresi cemas. (hhr/asy1206: lpt/lpg)