IMBCNews, Jakarta | Ketika WHO mengumumkan bahwa pandemi Covid-19 bukan lagi sebuah “Darurat Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia”, kegiatan ekonomi dan perdagangan internasional secara bertahap kembali normal. Negara-negara telah belajar dari pengalaman Covid-19 tentang pentingnya pendekatan “One Health” untuk sedini mungkin menanggapi kemungkinan pandemi terulang kembali di masa depan.
Demikian diungkap Kepala Taipei Economic and Trade Office (TETO) atau Kepala Perwakilan Kantor Dagang dan Ekonomi Taipei untuk Indonesia, John C. Chen, di Jakarta, baru baru ini. Untuk mempercepat pembentukan kerangka tata kelola penyakit global yang lebih komprehensif, menurut John Chen, WHO berencana untuk merevisi Peraturan Kesehatan Internasional (IHR) saat ini dan secara aktif membahas perumusan Perjanjian Pandemi (Pandemic Agreement).
“Taiwan, saat ini belum dapat bergabung dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan berpartisipasi dalam pertemuan dan mekanisme terkait, serta tidak dapat berpartisipasi secara langsung dalam revisi ketentuan IHR atau penyusunan perjanjian pandemi,” jelas John Chen.
Hanya saja, sebut dia, Taiwan tetap ingin secara aktif berbagi pengalaman dalam memerangi epidemi dan belajar dari negara lain. Selama periode Covid-19, Taiwan telah mengadopsi tindakan pencegahan yang menggunakan kecerdasan buatan, data besar, dan jaringan pengawasan.
“Taiwan juga menyumbangkan tabung oksigen, respirator, masker, pakaian APD, termometer, dan peralatan medis serta bahan pencegahan epidemi lainnya ke negara-negara sahabat seperti Indonesia. Dalam beberapa dekade terakhir, Taiwan telah meningkatkan pelayanan medis dan sistem kesehatan masyarakat sesuai dengan rekomendasi WHO,” sebut dia.
John Chen mengatakan, peran Taiwan termasuk memperkuat layanan kesehatan primer dan kesehatan mulut, pencegahan dan pengobatan penyakit menular dan tidak menular, dan berupaya untuk meningkatkan cakupan kesehatan nasional sebagai bentuk kontribusi pada keselamatan kesehatan global.
Lebih lanjut disampaikannya bahwa WHO memimpin pengembangan kesehatan masyarakat global dan merupakan organisasi internasional utama yang membela hak atas kesehatan semua orang. Namun karena pertimbangan politik yang tidak masuk akal, WHO terus mengecualikan Taiwan, yang tidak hanya mengabaikan hak atas kesehatan 23 juta penduduk Taiwan, tetapi juga menghambat pencegahan, persiapan, dan tanggapan global dalam menghadapi darurat kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia.
Taiwan dan Indonesia, jelas John Chen, memiliki hubungan persahabatan dan pertukaran antar masyarakat yang sangat erat. Saat ini terdapat 400.000 pelajar dan pekerja migran Indonesia yang tinggal di Taiwan dan lebih dari 20.000 warga negara Taiwan yang tinggal di Indonesia untuk bekerja dan berbisnis.
“Dalam pertukaran wisatawan Taiwan-Indonesia setiap tahun mencapai hampir 500.000 orang. Sampai saat ini, Taiwan belum dapat bergabung dengan WHO dan berpartisipasi dalam konferensi serta mekanisme yang relevan,” sebut John.
Ia tambahkan bahwa Taiwan juga tidak dapat memperoleh informasi dan sumber daya mengenai penyakit epidemi, serta tidak dapat bergabung dengan rantai pasokan dan jaringan logistik kesehatan masyarakat global. “Hal ini telah membentuk kesenjangan dalam jaringan keselamatan kesehatan masyarakat dan menciptakan resiko dalam pencegahan epidemi global, serta merugikan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat Taiwan dan Indonesia,” katanya.
Dalam beberapa tahun terakhir, John Chen menjelaskan bahwa Taiwan telah membuat kemajuan dan kontribusi yang signifikan untuk meningkatkan kesehatan nasional. Taiwan juga bersedia berbagi pengalaman dan keahlian medis dengan dunia internasional. Saat ini Rumah Sakit National Taiwan University dan Rumah Sakit Far Eastern Memorial telah melaksanakan berbagai proyek kerja sama dengan institusi medis Indonesia antara lain pelatihan tenaga medis, pertukaran akademis, dan penelitian klinis.
Selain itu, rinci John dalan menanggapi rencana pemerintah Indonesia yang baru berusaha untuk menyeleksi dan mengirim 10.000 tenaga medis mengikuti pelatihan di luar negeri. “Dalam hal ini, Taiwan bersedia berbagi pengalaman dalam pelayanan medis tingkat tinggi dan kesehatan masyarakat, serta menyediakan berbagai pelatihan profesional seperti asuransi kesehatan, manajemen medis, dan kedokteran klinis. Taiwan berharap dapat meningkatkan kerja sama bilateral dengan Indonesia di bidang medis untuk membantu Indonesia mewujudkan visi kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia,” tutur dia.
John Chen kemudian mengungkap bahwa Taiwan membantu WHO dalam menerapkan “Hak atas Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia”, tetapi hak kesehatan 23 juta penduduk Taiwan telah diabaikan oleh WHO karena faktor politik.
“Kami menyerukan kepada WHO dan mengajak seluruh lapisan masyarakat di Indonesia untuk melihat kontribusi jangka panjang Taiwan terhadap keselamatan kesehatan global dan hak asasi manusia di bidang kesehatan. Kami juga mendesak WHO untuk mempertahankan sikap terbuka dan fleksibel, menjunjung tinggi prinsip toleransi dan profesionalisme, serta secara proaktif dan pragmatis mengundang Taiwan untuk berpartisipasi dalam WHA, berpartisipasi dalam pertemuan, kegiatan dan mekanisme yang diadakan oleh WHO, termasuk Perjanjian Pandemi WHO yang sedang dinegosiasikan,” papar dia.
John Chen menegaskan, Taiwan bersedia bekerja sama dengan semua negara di seluruh dunia untuk mewujudkan visi piagam WHO bahwa “Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia” dan tujuan pembangunan berkelanjutan PBB untuk “tidak meninggalkan siapa pun”. (asy-1405: sp-teto)