Jakarta-IMBCNews -Pembenahan terhadap lembaga tinggi negara seperti Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI perlu dilakukan. Pasalnya, kinerja lembaga ini tidak optimal bahkan hanya menghabiskan anggaran negara yang cukup besar, demikian disampaikan anggota MPR RI Prof Dr Jimly Asshidiqie di Jakarta.
“Anggaran DPD per tahun Rp 1,2 trilyun, tapi tidak memberi pengaruh kepada masyarakat. Mubazir,” kata Prof Jimly pada kegiatan Aspirasi Masyarakat (Asmas) yang digelar MPR RI, Pergerakan Wanita Nasional Indonesia (Perwanas) dan Jimly School of Law and Government (JSLG), Sabtu (27/1/2024). Acara bertema “Peran perempuan dalam pengaturan pelaksanaan kewenangan MPR RI” di moderatori Wakil Direktur JSLG Dr Wahyu Nugroho.
Menurut Jimly, DPD merupakan lembaga tinggi negara yang lahir di era reformasi, namun memiliki kewenangan sedikit dibanding DPR. “Sekarang keberadaannya sama seperti tidak, ‘wujuduhu ka adamihi’. Karena keputusan DPD tidak mengikat. Keputusan DPD masuk kotak,” ujarnya.
Prof Jimly yang juga anggota DPD RI mengaku pada Pemilu 2024 tidak lagi mencalonkan diri sebagai anggota DPD. “Tobat. Sekarang sibuk mengajar dan menulis buku,” ujar Ketua Dewan Pembina JSLG ini. Karena itu dia mengusulkan agar DPD dibubarkan lewat amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 karena tidak ada gunanya.
Menurut Jimly, selama menjabat sebagai anggota DPD diamati dewan ini hanya memberi usul tapi usulnya tidak pernah didengar. “Lebih baik bubar saja, karena adanya sama dengan tiadanya,” ujarnya lagi.
Jimly berpendapat, fungsi DPD sebagai wakil daerah bisa digantikan dengan membentuk fraksi utusan daerah di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Dengan demikian, menurut Jimly, perwakilan daerah itu bisa berperan dalam melaksanakan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran yang merupakan kewenangan DPR.
Selain itu, ia juga mengusulkan adanya utusan golongan yang menjadi fraksi sendiri di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk mewakili kelompok yang tidak direpresentasikan partai politik, misalnya organisasi masyarakat.
“Tapi, khusus untuk fraksi utusan golongan hanya adhoc, hanya ikut rapat kalau ada sidang MPR, tapi kalau perwakilan daerah itu harus dilembagakan di DPR supaya dia ikut mengambil keputusan. Itu kira-kira esensinya,” kata Jimly.
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengatakan, struktur parlemen Indonesia saat ini yang terdiri dari MPR, DPR, dan DPD adalah hal yang tidak lazim.
Jimly pun berpandangan bahwa penguatan DPD tidak mungkin terwujud karena selalu terhambat oleh DPR yang tidak ingin DPD menjadi kuat. “DPR tidak mau kewenangannya dikurangi, diberikan ke DPD,” ujarnya lagi. (KS)