IMBCNews – Jakarta – WALAU tidak ada keharusan untuk segera diisi, lowongnya dubes RI untuk Amerika Serikat selama dua tahun, tentu menimbulkan tanda tanya, mengingat relasi RI dan negara adidaya itu sejauh ini cukup baik-baik saja.
Posisi Dubes RI untuk AS telah kosong selama hampir dua tahun sejak Rosan Roeslani mengakhiri masa tugasnya pada 17 Juli 2023, lalu ditunjuk Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) sebagai Wakil Menteri BUMN.
Hingga kini, belum ada nama yang ditunjuk untuk mengisi kursi strategis KBRI Washington DC itu, bahkan, setelah rezim berganti dari Jokowi ke Presiden Prabowo Subianto, belum ada perkembangannya.
Sementara itu Jubir Kemenlu Rolliansyah Soemirat mengatakan bahwa penunjukan duta besar merupakan hak prerogatif presiden. “Sesuai UUD, penunjukan dubes untuk negara asing merupakan sepenuhnya hak prerogatif Presiden,” ujar Roy kepada Kompas.com, Minggu (6/4).
Roy juga menekankan bahwa tidak adanya Dubes bukan berarti KBRI di Washington DC berhenti berfungsi. “Dalam kebiasaan diplomatik sebetulnya tidak ada yang aneh apabila suatu pos dubes belum sempat terisi karena tetap mekanismenya berjalan, di mana kantor KBRI atau KJRI akan dipimpin oleh KUAI,” katanya.
Namun demikian, kekosongan ini memunculkan pertanyaan, mengingat AS merupakan salah satu mitra strategis RI di berbagai sektor, mulai dari ekonomi hingga pertahanan. Lebih dari itu, suka tidak suka, AS adalah salah satu ngara adidaya selain Rusia dan China.
Bukan abai
Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono membantah anggapan bahwa kekosongan posisi Dubes menunjukkan Indonesia mengabaikan hubungan dengan Amerika.
“Memang dubes di sana sudah cukup lama kosong, akan tetapi bukan karena kita menganggap Amerika tidak penting. “Anggapan semacam itu sangat salah,” kata Dave seraya menambahkan: “Amerika adalah salah satu mitra global yang penting bagi Indonesia dalam berbagai sektor, termasuk perdagangan dan pertahanan”.
Oleh karena itu, pemerintah justru tengah berupaya menemukan sosok yang tepat untuk mengisi posisi penting tersebut.
“Amerika adalah satu negara yang amat penting buat kita dan selain menjadi trade partner kita. Amerika juga menjadi kontak kita ataupun juga untuk melakukan kerja sama di berbagai macam hal, seperti pertahanan dan lain-lainnya,” ungkapnya.
“Jadi, untuk mengisi posisi tersebut tentu pemerintah harus mencari figur yang tepat. Memang perlu waktu untuk menentukan orang yang tepat,” kata politikus Partai Golkar itu.
Sedangkan Anggota Komisi I DPR dari F-PDIP, TB Hasanuddin, menyebut bahwa kekosongan posisi Dubes RI untuk AS dan beberapa negara besar lainnya sebenarnya sudah akan diisi sejak akhir masa jabatan Presiden Jokowi.
Saat itu, Komisi I DPR RI periode 2019-2024 sudah menerima 11 nama calon Dubes, termasuk untuk AS, Jerman, dan Mesir, serta siap melaksanakan uji kelayakan.
“Waktu itu sebetulnya sudah siap akan dilaksanakan uji kelayakan untuk 11 calon Dubes RI termasuk untuk Amerika, Jerman, Mesir, dan delapan negara lainnya.
Namun, waktu itu ada petunjuk dari istana bahwa ditunda dulu,” ujar TB Hasanuddin, Minggu. Dia pun menduga bahwa penundaan tersebut diduga berkaitan dengan masa transisi pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo.
“Mungkin ada pembicaraan khusus antara presiden yang lama dan presiden baru. Pembicaraannya seperti apa sampai kemudian di-cancel, saya tidak tahu lah, ” katanya.
Menyayangkan
Meski begitu, TB Hasanuddin menyayangkan penundaan tersebut karena menurutnya posisi Dubes sangat krusial dalam menjaga hubungan diplomatik dan komunikasi antarpemerintah.
“Amerika sebagai negara besar yang memiliki hubungan politik yang cukup strategis, ya kan? Sehingga akan berpengaruh terhadap hubungan politik kita,” ujarnya.
Dia mencontohkan, dalam negosiasi kebijakan tarif impor yang baru diumumkan Presiden AS Donald Trump, RI harus mengirim delegasi karena tidak ada perwakilan resmi setingkat Dubes di Washington DC.
“Ya, termasuk juga pada urusan-urusan ekonomi seperti sekarang ini kejadian, kan? Ya, begitu. Dan ini tidak bagus menurut hemat saya,” kata TB Hasanuddin.
TB Hasanuddin juga mengingatkan soal citra Indonesia di mata internasional, akibat dari kekosongan posisi Dubes tersebut.
“Tidak bagus ya, sepertinya kita kurang memperhatikan AS sebagai negara besar. Ya, kurang “respect” menurut hemat saya. Dan akibatnya sekarang kita jadi repot kan?” pungkasnya.
RI termasuk negara yang dikenakan tarif impor timbal balik (reciprocal) sebesar 32 persen menurut istilah Presiden AS Donald Trump sehingga bakal berdampak terhadap produk ekspor RI terutama alas kaki, tekstil dan produk tekstil.
Alasannya, Indonesia selama ini juga mengenakan tarif 64 persen untuk produk impor dari AS, jadi dengan mengenakan tarif baru 32 persen untuk produk impo dari RI, AS merasa “masih berbaik hati”.
Menurut catatan BPS 2024, neraca perdagangan RI dengan AS surplus 17,2 miliar dollar AS ( ekspor bernilai 27,6 miliar dollar AS dan impor 10,4 miliar dollar AS).
Berkaca dari kondisi tersebut, Hasanuddin berharap, Presiden Prabowo Subianto segera menunjuk Dubes baru untuk AS dan negara-negara mitra strategis lainnya yang masih kosong.
Menurut Dave, pemerintah saat ini tengah memproses pencarian figur-figur yang akan ditugaskan sebagai Dubes, termasuk untuk Amerika Serikat.
Pembiaran jabatan dubes RI untuk AS lowong selama dua tahun baru sejauh ini dinarasikan oleh pejabat dan politisi secara normatif, sedangkan alasan sebenarnya masih misteri. (imbcnews/Theo/sumber diolah: AP/kompas.com/ns)