Jakarta-IMBCNews- Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof Dr Jimly Asshiddiqie menyatakan, kebijakan pembangunan bangsa tidak boleh bertentangan dengan kesepakatan tertinggi yaitu Pancasila dan UUD 1945.
Hal itu disampaikan Prof Jimly pada Kajian Konstitusi, sekaligus membedah buku “Konstitusi Ekonomi”, yang digelar secara daring pada Jum’at (2/2/2024) atas kerjasama Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) dan Jimly School of Law and Government (JSLG).
Acara diawali sambutan Ketua Prodi Magister Hukum Program Pascasarjana UMT Dr Ahmad, lalu paparan penulis buku Prof Dr Jimly Asshiddiqie kemudian pembahas oleh Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Dr Indah Dwi Qurbani dengan moderator Wakil Direktur JSLG Dr Wahyu Nugroho.
Menurut Prof Jimly Asshiddiqie yang juga anggota MPR RI, Pancasila dan UUD NKRI 1945 merupakan norma tertinggi tak hanya di bidang politik, tapi juga harus menjadi rujukan kebijakan di sektor ekonomi.
Namun menurut dia, banyak undang-undang yang terkait dengan bidang perekonomian namun isinya tidak ada hubungan atau kaitan dengan pasal 33 UUD 1945. Terkesan pasal ini hanya dijadikan tempelan saja, tidak menjadi subtansi
“Pasal 33 cuma jadi tempelan, isinya tidak ada hubungan dengan atau kaitan dengan pasal 33. Kebijakannya liberal tapi ditempel dengan pasal 33,” tandas mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.
Jimly juga menjelaskan perbedaan konstitusi di Indonesia dan Amerika Serikat (AS), misalnya konstitusi di AS hanya mengatur bidang politik, dan tidak memuat ketentuan bidang ekonomi karena mereka menganut sistem ekonomi pasar (tidak diatur negara). Berbeda dengan konstitusi di Indonesia dimana mengatur banyak bidang tak hanya politik, tapi juga ekonomi dan sosial.
Sementara Indah Dwi Qurbani menyampaikan tentang konstitusi ekonomi dan ekonomi konstitusi. Menurut dia, konstitusi ekonomi tidak dapat dipisahkan dari ekonomi konstitusi.
Menurutnya, konstitusi ekonomi merupakan garis besar negara dalam menentukan arah kebijakan dalam penyusunan pelaksanaan perlindungan ekonomi negara dan warga negara.
Adapun ekonomi konstitusi adalah perekonomian yang didasarkan atas norma hukum konstitutusional yang bersifat mutlak yang tidak boleh dilanggar dan penentu kebijakan ekonomi yang bersifat operasional.
Indah Dwi Qurbani menambahkan, buku konstitusi ekonomi yang sedang kita bahas ini, juga bagian dari kata lain welfare state, atau negara kesejahteraan.
Dalam buku yang terdiri dari 7 bab itu, tiap babnya memberikan gambaran untuk mencari literasi buku-buku lain terkait pada sub bab dalam buku ini.
“Buku yang disusun mantan hakim konstitusi I Dewa G. Palguna, ada kaitannya dengan bahasan ini. Buku karya Palguna merupakan perkenalan awal tentang gagasan kesejahteraan negara yang secara tak terhindarkan harus berhadapan dengan globalisasi,” terang Indah.
Oleh karenanya saat adanya gugatan soal Undang-undang Minerba dan Ketenagalistrikan yang dilakukan judicial Review tahun 2003 dengan brilliant para hakim memutuskan dan tidak meloloskan beberapa pasal dalam UU itu karena dinilai bertentantangan Pasal 33 UUD 1945, katanya.
Sementara itu, dalam sambutannya Ketua Program Studi Magister Hukum Universitas Muhammadiyah Tangerang, Dr. Ahmad, SH. MH. MM. mengatakan, buku yang saat ini tengah dibahas dengan narasumber dari Srikandi Universitas Brawijaya, Ibu Dr. Indah, cukup penting bagi para mahasiswa utamanya UMT karena untuk membantu meningkatkan pemahaman tentang konstitusi ekonomi baik yang sedang belajar maupun yang akan menyelesaikan studinya.
Ia juga mengatakan, Kerjasama UMT dengan JSLG sangat bermanfaat untuk meningkatkan literasi dan menambah khasanah dalam pengisian borang guna meningkatkan akreditasi kampus UMT,” tegas Dr. Ahmad.(KS)