Oleh Ir. Yahya Agusman Msi
IMBCNEWS Jakarta | Degan majunya ilmu pengetahuan yang kian dinamis dan kreatif, seyoginya keadaan alam atau lingkungan hijau (natural enviroment) dapat diciptakan untuk menunjukan lingkungan hidup yang lebih beradab.
Apa lagi para pengambil kebijakan publik rerata punya jam terbang dan pengalaman lebih luas. Begitu pula para konglomerat yang mendirikan mall atau pemilik mall punya konsultan yang maha hebat. Namun faktanya, masih banyak ruang peribadatan tidak diberikan secara layak.
Pemanfaatan ruang yang tidak tepat untuk tempat ibadah, seperti sebuah masjid di lantai basement mall mewah dengan kondisi lantai yang kotor dan kemungkinan besar penuh kotoran (Najis bagi penganut muslim) dapat menjadi kontroversi, apakah para pengelola tidak dapat mewujudkan keadaan yang lebih baik? Ada beberapa hal sebagai tinjauan kritis terhadap hal tersebut, seperti ketidaktepatan lokasi, dan penempatan masjid di lantai basement dalam mall mewah. Seolah Pemerintah daerah yang punya ijin untuk membangun tidak mampu mengarahkan tempat-tempat ibadah relaitif harus stiril dengan najis atau terjauh dari pembuangan sampah meskipun itu hanya sementara.
Orang beribadah mestinya khusuk, tidak diganggu dengan bau pesing atau amis karena adanya penumpukan sampah sementara.
Pasar-pasar milik Pemda mislanya mampu membuat tempat shalat jauh lebih nyaman, semisal Blok M Mall, pasar Senin, Kenari, Mall Cililitan Mall Depok dan lain sebagainya. Coba bandingkan mall milik konglomerat yang kurang punya empati layanan publik biasanya ditempatkan di lantai bawah menyatu dengan lingkungan parkir.
Lingkungan mall dengan aktivitas komersial yang tinggi sangat tidak sesuai memberikan ruang masjid atau tempat ibadah dalam basement atau lantai bawah dilingkungan perparkiran.
Sebagai masukan, sebaiknya Pemerintah Daerah Tingkat satu atau dua, membuat aturan ruang-runag peribadatan di dalam mall untuk tidak ditempatkan dalam ruang yang tidak wajar atau ruang yang berpotensi mengganggu kekhusukan ibadah.
imbcnews/diolah