IMBCNEWS Gabon | Pemimpin kudeta militer di Gabon, Afrika, Rabu lalu (28/8) Brigjen Brice OLigui Nguema. Kudeta demi kudeta terjadi silih berganti di sejumlah negara Afrika akibat mandulnya institusi-institusi demokrasi di sana.
MILITER menggulingkan Presiden Gabon, Ali Bonggo yang berkuasa sejak 2009, Rabu lalu (30/8), sedangkan Presiden Niger Mohammed Bazoum sebelumnya dikudeta oleh pengawalnya sendiri, Komandan paspamres Jenderal Abdourahmane Tchiani (26/7), reuters merelese.
Bonggo yang baru saja memenangkan pemilu dijadikan tahanan rumah, menyerukan masyarakat int’l untuk mendukungnya, namun rakyat Niger malah berpihak pada pelaku kudeta karena sudah gerah atas perilaku mewah Bonggo di tengah kemiskinan mayoritas rakyatnya.
Aksi kudeta di benua hitam, Afrika bagaikan wabah, karena sejak 2020 saja tercatat sejumlah negara di sekitar Niger yakni Burkina Faso, Mali dan Guinea didera aksi kudeta militer atau perebutan kekuasaan terhadap pemerintah yang sah.
Bahkan Mali, salah satu negara bekas jajahan Perancis di Arika Barat sudah mengalami tiga kali kudeta yakni pada 2012, 2020 dan 2021.
Sementara sejak 10 tahun terakhir ini tercatat Presiden Mesir Mohammed Morsi yang dikudeta pada 2013, Presiden Zimbabwe Robert Mugabe pada 2013 dan kudeta yang mengakhir kekuasaan diktator Omar Bashir pada 2021.
Sejumlah pengamat menilai, maraknya aksi-aksi kudeta di benua Afrika antara lain terjadi akibat kontribusi sisa-sisa struktur kolonialisme warisan para penjajah yang masih kokoh di birokrasi dan pemerintahan negara-negara di Afrika.
Aksi kudeta militer dianggap sebagai salah satu terobosan bagi bangsa-bangsa di Afrika untuk keluar dari kemiskinan dan penindasan (oleh aparat) karena institusi demokrasi yang ada belum mampu melakukannya.
Munculnya orang-orang kuat pasca kemerdekaan yang tampil dan sukses membasmi praktek primordialisme atau kesukuan yang begitu menonjol malah enggan membangun institusi demokrasi saat mereka berkuasa sehingga memicu perlawanan.
Namun persoalannya, kudeta demi kudeta yang mengandalkan kekuatan pengaruh dan senjata siklusnya akan terus berulang, dan yang muncul kediktatoran, ketidakadilan dan aksi-aksi kekerasan baru.
imbcnews/sumber diolah)