IMBC NEWS, Surabaya | Peneliti senior dari Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI) Institut Tekonologi Sepuluh Nopember (ITS), Amien Widodo mengungkapkan kemungkinan adanya sesar baru yang menjadi pemicu gempa berkekuatan 5,6 magnitudo yang mengguncang Cianjur. Amien masih meyakini, gempa Cianjur bukan dipicu sesar Cimandiri.
Dalam pandangan Amien bahwa Sesar Cimandiri lintasannya sangat jauh dari pusat gempa Cianjur yang diperkirakan berada di Kecamatan Cugenang, atau daerah yang mengalami kerusakan terparah. Bahkan jaraknya dari pusat gempa Cianjur ke sesar Cimandiri mencapai 12 kilometer.
“12 kilometer itu ya jauh. Makanya kalau dilihat kan dari arahnya tadi, misalnya dia (pusat gempa Cianjur) searah dengan sesar Cimandiri atau malah tegak lurus, kita kan gak tahu,” paparnya sebagaimana dilansir Republika, 24 November 2022.
Amien pun mendorong dilakukannya penelitian untuk mengetahui kemungkinan adanya sesar baru di sekitar pusat gempa Cianjur. Amien menjelaskan, waktu penelitian untuk mengetahui pusat gempa biasanya memakan waktu yang cukup lama. Penelitian biasanya diawali dengan pengukuran geofisika.
Selanjutnya dilakukan penggalian untuk mengetahui pergeseran tanah yang terjadi. Tanah yang bergeser selanjutnya diambil sampelnya untuk dilakukan pengetesan umur. “Biasanya ngetes umurnya yang lama bisa berbulan-bulan karena dilakukannya di Amerika ngetesnya,” ujarnya.
Amien melanjutkan, berdasarkan pengetesan umur tanah tersebut, bisa diketahui kecepatan pergeseran tanah. Bahkan bisa memprediksi kemungkinan besaran gempa yang terjadi berikutnya. “Jadi untuk mengetahui kecepatannya berapa itu dari umur tadi. Dari lapisan yang kita gali tadi. Dan nanti magnitudo yang akan datang berapa bisa tahu juga,” kata Amien.
Amien melanjutkan, penelitian juga diperlukan untuk pemerintah daerah melakukan pemetaan wilayah berdasarkan zona sesar yang ada. Dengan begitu nantinya akan diketahui daerah mana saja yang tidak diperbolehkan ada penghuni atau bangunan karena alasan keselamatan.
“Jadi dipetakan mana yang memang tidak boleh dihuni atau tidak boleh ada rumah. Mungkin sawah boleh. Kemudian 1 kilometer dari situ baru boleh dihuni dengan bangunan tahan gempa yang ketat. Artinya tata ruang harus diperbaiki,” ujarnya. (Sumber: Republika)