IMBC NEWS, Jakarta | Pendiri Indonesian Hajj and Umroh Watch (IHUW) TM Luthfi Yazid meminta Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) melakukan penolakan atas usulan kenaikan ongkos naik haji (ONH) tahun 2023. Permintaannya menanggapi usulan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas kepada Komisi VIII DPR RI agar biaya haji tahun 2023 menjadi Rp69 juta.
“Harus ditolak. Alasannya dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada pasal 2 disebutkan, bahwa penyenggara haji dan umrah harus berazaskan transparasi dan akuntabilitas,” kata Pendiri IWUH TM Luthfi Yazid dalam siaran pers, di Lombok, yang diterima IMBCNews di Jakarta, Rabu (25/1/2023).
Menurut Luthfi, setiap penyelenggara ibadah haji dan umrah termasuk jika ada kenaikan biaya harus transparan dan akuntabel. Ini merupakan azas yang kendungan maknanya harus ada penjelasan secara rinci tentang besaran biaya Rp69 itu.
“Besaran ongkos haji Rp69 juta itu untuk apa saja? Dan komponennya apa saja harus jelas dan rinci. Termasuk juga memberikan waktu yang cukup atau waktu yang memadai kepada stakeholders pada urusan haji dan umrah,” ungkap dia.
Menteri Agama, kata Luthfi, mengajukan usulan kenaikan biaya haji kepada DPR RI untuk mendapatkan persetujuan.
“Ada ungkapan selambat-lambatnya dalam waktu 60 hari DPR diminta harus menyetujui usulan pemerintah tersebut. Hal ini disebut dalam pasal 47 ayat 1 Undang-Undang No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Waktunya sangat pendek, bahkan kurang dari dua bulan dari sekarang. Artinya sebelum bulan Ramadhan tahun ini DPR harus memberikan sikapnya.,” sebut Luthfi.
Ia kemudian memandang, sekarang ini bolanya telah ada di DPR RI. Ada sembilan fraksi di Komisi VIII. Dengan ini kita mendesak kepada komisi VIII DPR RI untuk menolak atau tidak menyetujui permohonan Menteri Agama mengenai menaikan biaya haji menjadi 69 juta rupiah.
“Atas penolakan DPR tersebut kemudian Menteri Agama ingin mengajukan usulan kembali tahun depan (2024) misalnya, maka sebaiknya dibuat usulan baru yang waktunya memadai untuk mendapatkan masukan dari stakeholders termasuk jamaah yang akan berangkat,” paparnya
Lutfhi yang juga Vice President Kongres Advokat Indonesia (KAI), mengemukakan terkait Rapat Kerja Menteri Agama dan Komisi VIII, Indonesia pernah punya pengalaman dalam kasus first travel menyangkut korban perjalanan haji-umrah, di mana Menteri Agama waktu itu Fachrul Rozi, dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI.
“Pada kasus first travel itu, Menteri Agama pada akhir tahun 2019 mengatakan, bahwa akan ada skema memberangkatkan korban jamaah first travel secara bertahap. Akan tetapi, faktanya sampai sekarang tidak ada pemberangkatan terhadap korban. Apa yang telah disepakati oleh Legislatif maupun Eksekutif belum menjadi jaminan bahwa apa yang sudah disepakati tersebut akan dilaksanakan,” sebut dia.
Akibatnya, ungkap Luthfi, kepercayaan masyarakat kepada DPR maupun kepada Kementerian Agama masih merupakan sebuah tanda tanya besar? Tentu, jangan sampai nasib jamaah haji sama dengan nasib jamaah First Travel.
“Adalah aneh, karena Kementerian Haji dan Umrah kerajaan Saudi Arabia mengumumkan paket haji tahun 2023 turun sebesar 30 persen lebih murah dibandingkan tahun 2022. Sementara pemerintah Indonesia justru mau menaikan,” katanya.
Bisa dibayangkan, bisa dibayangkan kalau misalnya seseorang yang dipanggil untuk melaksanakan haji pada tahun 2023, akan tetapi tiba-tiba dari jumlah setoran Rp 25 juta harus menambah uang yang begitu besar sehingga mencapai 69 juta rupiah.
“Dan kalau dia tidak bisa memenuhi 69 juta rupiah, tidak bisa berangkat misalnya. Dengan demikian uangnya tetap disimpan di bank atau rekening Kementerian Agama Republik Indonesia,” sebutnya heran.
Kemudian Luthfi mengingatkan, sudah dua tahun Indonesia tidak mengirimkan jamaah hajinya dengan berbagai alasan. Padahal masa tunggu untuk berangkat diperkirakan ada yg sampai 30 sd 40 tahun. Sementara, beberapa negara meski pun situasinya pandemi covid-19 tetap mengirimkan jamaahnya.
“Semestinya, dengan sudah selesainya covid-19 atau Corona ini biaya haji harusnya lebih murah. Karena tidak ada lagi biaya swab, biaya quarantine, biaya antigen, atau biaya kesehatan lainnya,” tutur dia. (asyaro/pr-ihuw/IMBCNews)