IMBCNews, Bogor | Pada rangkaian kegiatan Silaturrahim Kerja Nasional (Silaknas) Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) yang berlangsung di Bogor pada 13-15 Desember 2024, antara lain terungungkap bahwa sistem demokrasi di Indonesia masih lebih disifati pola transaksional dan belum mengarah kepada demokrasi substansial.
Ungkapan itu termaktub melalui penyampaian Ketua Umum ICMI Arif Satria yang memapar beberapa hal terkait dengan kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Sistem demokrasi di Indonesia hingga saat ini masih bersifat transaksional, belum mengarah pada demokrasi subtansial,” kata dia di hadapan para wartawan dalam siaran persnya.
Demokrasi transaksional, tambah Arif, merupakan model demokrasi dimana interaksi politik hanya dilihat sebagai serangkaian kesepakatan atau transaksi antara para aktor politik, termasuk partai politik, pemilih, dan institusi pemerintahan.
”Dalam konteks ini, keputusan politik hanya didasarkan pada kepentingan pragmatis daripada nilai-nilai idealis. Hal ini menyebabkan potensi korupsi serta penyalahgunaan kekuasaan meningkat,” sebut Arif.
Ia juga mengemukakan, keputusan sering kali diambil berdasarkan kepentingan pribadi atau kelompok. Partisipasi publik dapat terabaikan, serta suara masyarakat biasa mungkin tidak terdengar dalam proses pengambilan keputusan.
”Praktik money politic masih merajalela. Masyarakat memilih karena orang tersebut terkenal, tidak melihat track recordnya seperti apa,” jelasnya.
Arif merinci, seharusnya demokrasi yang dipraktikan ialah demokrasi substansial dimana menekankan pada nilai-nilai, prinsip, dan institusi yang mendukung keadilan, kesetaraan dan hak asasi manusia.
”Pada dasarnya, demokrasi ini tidak hanya mempertimbangkan proses pemilihan umum, tetapi juga hasil dan dampak dari kebijakan yang diambil,” papar dia.
Sistem demokrasi substansial sudah pasti mendorong partisipasi masyarakat yang lebih luas dan memastikan keterlibatan warga dalam proses politik dan membantu menciptakan hasil politik yang lebih adil dan berkelanjutan, dengan fokus pada nilai-nilai dan kesejahteraan publik.
Ada pun implikasi dari sistem politik yang transaksional, menurut Arif, akan melahirkan kepemimpinan bebasis elektoral. ”Oleh karena itu, sangat diperlukan penataan ulang sistem politik di Indonesia,” kata Arif
Arif menerangkan beberapa hal yang dapat menjadi solusi salah satunya yakni mekanisme regenerasi kepemimpinan yang harus ditata ulang. Mekanisme regenerasi tersebut meliputi beberapa sektor, mulai dari partai politik, birokrasi, swasta, dan lain sebagainya.
”Selain itu juga, perlu kajian mendalam yang berangkat dari meninjau perjalanan sistem politik Indonesia terutama pascareformasi untuk sistem politik yang lebih bermartabat dan inklusif,” sebutnya. (Sumber: Republika)