IMBCNEWS – JAKARTA – Target ambang batas kenaikan emisi gas buang karbon dioksida (CO2) yang disepakati dalam Perjanjian Paris 2015 terlampaui dengan kenaikan sangat cepat pada 2024.
Layanan cuaca dan iklim Inggeris, The Meteorogical Office (MO) melaporkan (27/1), berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan di Mauna Loa, Hawaii, kenaikan karbon dioksida di atmosfir mencapau 3,58 pars per million (ppm), melampui prediksi
Peningkatan salah satu gas rumah kaca (GRK) penyebab pemanasan global dan perubahan iklim tersebut bertolak belakang dari upaya dunia untuk mencegah suhu bumi naik 1,5 derajat celsius sesuai Perjanjian Paris 2015.
Menurut pengukuran yang dilakukan di Mauna Loa, Hawaii, kenaikan karbon dioksida di atmosfer adalah 3,58 parts per million (ppm), melampaui prediksi MO sebelumnya yakni dengan kenaikan 2,84 ppm.
Padahal, jika dunia ingin mencegah suhu bumi naik 1,5 derajat celsius, pelepasan emisi karbon dioksida ke atmosfer harus tidak lebih dari 1,8 ppm per tahun.
Data dari pengukuran juga menunjukkan, peningkatan emisi karbon dioksida di atmosfer terjadi di hampir semua belahan Bumi.
Tiga Faktor
Paling tidak, ada tiga faktor utama yang menyebabkan tingginya pelepasan emisi karbon dioksida ke atmosfer sepanjang 2024.
Pertama, tingginya konsumsi bahan bakar fosil. Kedua, luasnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi dan ketiga, melemahnya penyerapan emisi dari hutan dan alam akibat kerusakan ekosistem dan karhutla.
Faktor El Nino juga berpengaruh terhadap berbagai kondisi cuaca panas yang memperparah kebakaran, sedangkan lepasnya karbon dioksida dan GRK lainnya di atmosfer dengan jumlah yang besar membuat pemanasan global semakin mengkhawatirkan.
Profesor Richard Betts dari MO mengatakan, tren meningkatnya suhu bumi kemungkinan besar akan berlangsung dalam jangka panjang.
“Tren pemanasan jangka panjang akan terus berlanjut karena karbon dioksida masih menumpuk di atmosfer,” kata Betts.
Di sisi lain, dia memprediksi 2025 akan menjadi lebih dingin dibandingkan 2024 karena fenomena La Nina.
Kondisi La Nina diperkirakan akan menyebabkan hutan dan ekosistem lain menyerap lebih banyak karbon daripada tahun lalu.
Fenomena tersebut dapat memperlambat kenaikan karbon dioksida ke atmosfer untuk sementara.
“Namun, untuk menghentikan pemanasan global, penumpukan GRK di udara harus benar-benar dihentikan dan kemudian mulai berkurang,” tutur Betts. (imbcnews/Theo: sumber diolah kompas.com)
Tahun terpanas
Diberitakan sebelumnya, 2024 secara resmi dinyatakan sebagai tahun terpanas sepanjang sejarah pencatatan menurut layanan pemantau perubahan iklim bentukan Uni Eropa, Copernicus Climate Change Service (C3S).
Untuk kali pertama juga, suhu rata-rata 2024 telah naik 1,5 derajat celsius bila dibandingkan pada masa pra-industri pada tahun 1850-an.
Angka 1,5 derajat celsius merupakan ambang batas yang telah disepakati dunia internasional dalam Perjanjian Paris pada 2015.
Suhu rata-rata sepanjang 2024 menurut analisis data satelit C3S adalah 15,10 derajat celsius. Suhu tersebut lebih tinggi 0,72 derajat celsius di atas rata-rata periode 1991-2020.
Selain itu, suhu rata-rata 2024 mengalahkan rekor tahun terpanas sebelumnya yang telah dipecahkan pada 2023.
Direktur C3S Carlo Buontempo mengatakan, kenaikan suhu global yang melampaui ambang batas yang telah ditetapkan tak lepas dari ulah manusia sendiri.
Ia menuturkan, perubahan iklim akibat ulah manusia merupakan faktor utama kenaikan suhu yang telah terjadi.
“Masa depan ada di tangan kita. Tindakan yang cepat dan tegas masih dapat mengubah lintasan iklim masa depan kita,” kata Buontempo.
Berdasarkan enam kumpulan data internasional independen, rata-rata suhu permukaan global adalah 1,55 derajat celsius di atas masa pra-industri pada 1850-1900.
Pemanasan suhu bumi adalah keprihatinan seluruh umat manusia yang harus melakukan pencegahan bersama.
(kompas/ns)