IMBCNews | Sepinya pasar-pasar tradisional dan modern akhir-akhir ini, menjadi keprihatinan kita. Hal demikian sudah jelas akan memukul kehidupan ekonomi dari para pedagang. Sisi lain berdampak pada meningkatnya angka putus hubungan kerja (PHK) dan pengangguran.
Atas fenomena ini, yang jadi pertanyaan, mengapa ini bisa terjadi ?
Banyak pengamat mengatakan, terjadinya hal seperti disebut di atas terkait dengan pesatnya perkembangan perdagangan online. Rasa-rasanya, hal demikian tidaklah sepenuhnya benar, karena ada faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi; Seperti diketahui bahwa perilaku konsumsi seseorang tidak hanya ditentukan oleh asas kemudahan dan atau harga saja.
Prilaku konsumsi itu dapat juga disebabkan dengan tingkat pendapatan seseorang atau masyarakat di lingkungan itu. Hal ini, tentu juga punya pengaruh yang tidak lepas dengan kebijakan atau aturan-aturan main yang dibuat oleh pemerintah.
Mungkin saja, secara nominal pendapatan orang per orang atau kelompok di masyarakat tidak berkurang. Akan tetapi, dalam daya beli uangnya sudah tergerus inflasi. Maka, mereka tidak lagi dapat berbelanja seperti biasa.
Ataukah memang nominal pendapatan mereka sudah berkurang, sehinnga tidak lagi ada karena PHK atau tidak memiliki pekerjaan? Persoalannya, perilaku mereka dalam berbelanja terpaksa benar-benar harus menyesuaikan dengan keadaan keuangan mereka yang terbatas.
Boleh jadi, ketika hendak berbelanja, mereka benar-benar memperhitungkan yang mana yang lebih penting yang harus di dahulukan untuk dibeli. Jika sebelumnya, dengan keadaan keuangan yang ada mereka mampu membeli barang-barang yang terkait dengan semua kebutuhannya.
Nah, apakah kejadian sepinya pasar-pasar tradisional dan modern itu juga menyangkut kebutuhan primer, sekunder dan/atau tersier?
Sekarang, karena ada persoalan keuangan yang terbatas mereka hanya membeli barang-barang kebutuhan yang bersifat primer dan sekunder saja. Atau mungkin hanya mampu untuk membeli kebutuhan primernya saja.
Sangat juga memungkinkan, mereka tidak sanggup untuk membeli semua kebutuhan primernya sehingga mereka terpaksa melakukan seleksi dan akhirnya hanya sanggup untuk memenuhi kebutuhan pangannya saja. Sementara terkait dengan kebutuhan sandang atau pakaian dan assesories, terpaksa mereka abaikan agar mereka dan keluarga tetap bisa makan dan tidak sakit.
Konsekwensi dari sepinya pasar-pasar perdagangan riil itu, jelasnya karena manyarakat tidak lagi bisa berbelanja barang berupa pakaian. Sehingga, pasar seperti Tanah Abang, Cipadu dan Klewer serta pasar-pasar tradisional dan modern lainnya juga keadaanya menjadi lengang.
Oleh karena itu, tugas kita sekarang adalah bagaimana bisa meningkatkan kembali daya beli masyarakat agar mereka tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan primernya an sich. Akan tetapi juga, kebutuhan sekunder dan tersiernya.
Untuk itu, ada beberapa usaha yang perlu dilakukan: Pertama, menyediakan dan memberikan pekerjaan yang layak kepada warga masyarakat, terutama untuk mereka yang masih menganggur.
Kedua, menaikkan gaji dari pegawai negeri dan para pekerja swasta. Ketiga, meningkatkan penjualan dari para pedagang dengan membatasi masuknya barang-barang impor.
Keempat meningkatkan pengetahuan dan skill dari para pengusaha termasuk penguasaan terhadap masalah digital, agar mereka dapat menjual barangnya dengan harga yang murah dan kompetitif. Kelima, pemerintah kalau akan berbelanja harus membeli produk-produk buatan dalam negeri.
Keenam, menggerakkan masyarakat agar mencintai produk dalam negeri. Ketujuh, mengenakan pajak dan ketentuan-ketentuan yang tinggi dan ketat terhadap barang-barang yang berasal dari impor.
Demikianlah beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mendinamisir dan menghidupkan kembali pasar tradisional dan modern kita yang akhir-akhir ini keadaannya benar-benar sangat memilukan hati siapa pun yang melihatnya.
H Anwar Abbas, penulis, Ketua PP Muhammadiyah.