IMBCNews, Jakarta | Prakarsa Lintas Agama untuk Hutan Tropis atau Interfaith Rainforest Initiative (IRI) Indonesia menyerukan aksi global guna melindungi hutan tropis Indonesia, yang merupakan hutan hujan tropis terbesar ketiga di planet ini.
Seruan IRI Indonesia tersebut, disampaikan pada hari ini, Kamis (30/11), di mana para pemimpin dari seluruh penjuru dunia berkumpul di Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) untuk menangani masalah-masalah mendesak.
Pertemuan penting ini, yang dikenal sebagai COP 28, diadakan di tengah upaya global melawan perubahan iklim.
Ketua LPLH-SDA MUI sekaligus Fasilitator Nasional IRI Indonesia, Dr Hayu Prabowo menyampaikan, kelangsungan hidup umat manusia bergantung pada komitmen etika dan politik untuk melestarikan hutan tropis Indonesia, sehingga membentuk masa depan yang berkelanjutan bagi semua orang.
“Sekarang saatnya Indonesia memimpin. COP 28 memberikan peluang penting untuk menunjukkan kepemimpinan dalam menjaga hutan tropis,’ kata Hayu sebagaimana dilansir MINANews.
Menurutnya, penebangan hutan tropis tidak hanya melepaskan karbon yang tersimpan pada hutan tersebut tetapi juga melemahkan kemampuan alam untuk menyerapnya. Meskipun janji dan komitmen global mengakui pentingnya peran hutan tropis, deforestasi masih terus terjadi, yang memperburuk krisis iklim.
“Krisis lingkungan hidup dan krisis iklim dengan berbagai manifestasinya, sejatinya adalah krisis moral, karena manusia memandang alam sebagai obyek untuk dimanfaatkan semata bukan sebagai obyek yang perlu dipelihara untuk kelangsungan kehidupan manusia,” ujar Hayu.
Aktifitas manusia yang tidak ramah lingkungan tersebut, lanjutnya, berdampak langsung pada lingkungan dan kehidupan manusia itu sendiri.
“Penanganan krisis lingkungan yang bermuara pada krisis moral tersebut, perlu ditangani pendekatan moral. Pada titik inilah agama harus tampil berperan melalui bentuk tuntunan keagamaan serta direalisasikan dalam bentuk nyata dalam kehidupan sehari-hari umat manusia,” imbuhnya.
Hayu menambahkan, pemerintah dan masyarakat di seluruh dunia, termasuk Indonesia, memiliki kewajiban untuk memperjuangkan perlindungan hutan.
“Inisiatif Prakarsa Lintas Agama untuk Hutan Tropis Indonesia adalah adalah bukti dan langkah nyata atas kewajiban moral ini, dengan menyatukan agama, komunitas adat, ilmuwan, dan masyarakat Indonesia dalam sebuah koalisi yang menuntut tindakan tegas,” pungkasnya.
Urgensinya sangat jelas. Meskipun kita telah mengakui kerentanan iklim selama hampir 30 tahun, kita masih belum berhasil mengendalikan kenaikan suhu hingga 1,5°C di atas suhu pada masa pra-industri.
Laporan dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menyoroti keparahan situasi ini, sehingga menjadikan tahun 2023 berpotensi menjadi tahun terpanas dalam sejarah.
Meskipun telah ada peringatan mengenai keadaan darurat iklim, masih ada harapan untuk mengendalikan perubahan iklim dan mengurangi dampak buruknya. “Kunci dari solusi-solusi ini adalah pelestarian hutan tropis, sebuah strategi yang efektif dan efisien,” tambah Hayu.
Hutan hujan tropis di Indonesia menyimpan beragam jenis flora dan fauna, hal ini membuat Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat keragaman flora fauna yang tinggi di dunia. Mengalahkan Amerika Selatan dan Afrika yang memiliki iklim tropis.
Interfaith Rainforest Initiative diluncurkan di Pusat Perdamaian Nobel di Oslo, Norwegia pada 19 Juni 2017. Peluncuran ini diikuti oleh pertemuan perencanaan dua hari yang dihadiri oleh para pemimpin agama Kristen, Muslim, Yahudi, Budha, Hindu dan Tao dan perwakilan masyarakat adat dari Brasil, Kolombia, Republik Demokratik Kongo, Indonesia, Meso-Amerika dan Peru.
Di tingkat nasional, IRI telah meluncurkan program tingkat negara di Brasil, Kolombia, Republik Demokratik Kongo, Indonesia, dan Peru – negara-negara yang secara kolektif memiliki 70% dari hutan tropis yang tersisa di dunia. Program-program negara ini menyatukan pengaruh, jangkauan, dan komitmen organisasi berbasis keyakinan dan pemimpin agama yang paling terkemuka dan mapan di negara ini. (KS/MINA)