IMBCNews, Jakarta | Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Dr St Laksanto Utomo SH MH mengemukakan bahwa APHA akan berupaya memberikan dorongan kepada lembaga negara yang memiliki kompetensi, sehingga ada peraturan hukum yang lebih jelas berkaitan dengan pengakuan dan perlindungan menyeluruh atas hak-hak masyarakat adat.
“Tentunya harus ada peraturan khusus yang menjembatani masyarakat adat dengan negara. Mengapa? Tak lain supaya pengakuan, penghormatan dan perlindungan kepada masyarakat adat dijalankan oleh negara,” kata Laksanto dalam keterangan tertulis yang diterima IMBCNews di Jakarta pada Jumat malam pekan lalu.
Menurut Laksanto dengan peraturan yang jelas, lengkap dan relevan sebagai perlindugan kedaulatan Masyarakat Adat merupakan bagian dari upaya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini, masih menjadi isu penting.
“Isu mewujudkan keadilan sosial demikian sebenarnya bukan hanya di negeri kita saja, tetapi juga di negara-negara lain yang memiliki masyarakat adat ada kesamaan nasib dari sisi hukum dengan masyarakat adat di Indonesia. Kita juga perlu melihat dari perspektif internasional,” jelas dia.
Laksanto mengemukakan bahwa tingkat pengakuan, penghormatan dan perlindungan hak-hak konstusi atas masyarakat hukum adat belum menyeluruh dan masih perlu disorot secara akademik agar ada pertauran-peraturan yang lebih jelas.
“Karena belum menyeluruh, maka masih didapati hal berkaitan dengan masyarakat hukum adat yang belum masuk dalam lingkup konstitusi. Artinya, pengakuan dan perlindungan terkait masalah masyarakat hukum adat itu masih perlu memperoleh perhatian tersendiri, supaya nantinya ada wujud peraturannya,” papar Laksanto.
Lebih lanjut Laksanto mengatakan hambatan yang terjadi berkaitan hukum adat itu, selama ini lebih disebabkan adanya tarik-ulur kepentingan politik terhadap rencana undang-undang tentang masyarakat hukum adat. Maka APHA, sebut dia, perlu membincangkan arah dan eksistensi masyarakat hukum adat serta pemberlakuan hukum adat dalam berbagai aspek.
“Seperti permasalahan tanggung jawab negara terhadap keberadaan masyarakat hukum adat di wilayah lingkar tambang dan sumber daya alam, pemenuhan hak-hak perempuan dan anak masyarakat hukum adat, perkembangan hukum perekonomian adat, aspek peradilan adat dan politik hukum dalam pemenuhan hak masyarakat adat serta lainnya. Semua masalah itu ‘kan harus juga didekati dengan sendi-sendi keadilan hukum termasuk bagi masyarakat hukum adat di lingkungan tersebut,” jelas dia.
Laksanto kemudian mengatakan, berdasarkan hal tersebut APHA membangun kerjasama dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI), Universitas Pancasila, Universitas Nasional, Universitas Trisakti, Universitas Sahid dan Universitas Borobudur.
“Dalam kerjasama Asosiasi Pengajar Hukum Adat tersebut, pada awal Agustus mendatang kita akan gelar International Conference and Call of Paper yang membahas hak-hak konstitusional masyarakat adat dalam perspektif nasional dan internasional,” tutup Laksanto. (asyaro gk)