IMBC NEWS, Jakarta | Gerhana bulan total yang prosesnya terjadi Selasa (8/11) sore hingga malam, telah menggerakkan Ta’mir Masjid At Taqwa Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Matraman Jakarta Timur mengadakan Shalat Khusuf berjamaah; Dilakukan seusai Shalat Maghrib. Pada momentum Shalat Khusuf, dipimpin Imam dan Khatib Al Ustadz Dr. H. Edi Sukardi, M.Pd dari Universitas Muhammadiyah Prof. Dr Hamka (UHAMKA).
Ketua Ta’mir Masjid At Taqwa Drs. H. SM Hasyir Alaydrus, S.Sos., MM., mengemukakan bahwa Shalat Khusuf merupakan anjuran dan pernah pula dipraktikan oleh Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam (Saw).
“Oleh karena dalilnya kuat, setiap terjadi fenomena alam berupa gerhana, baik bulan atau matahari, Masjid At Taqwa secara konsisten mengajak jamaah untuk melakukan Shalat Khusuf, dilengkapi dengan ketersediaan khatibnya,” kata Hasyir kepada IMBC News, di lokasi masjid yang dipimpinnya, sebelum dilaksanakan Shalat Khusuf.
Ia menjelaskan, sunnah hukumnya melaksanakan Shalat Khusuf, dan pada shalat ini memiliki perbedaan dengan shalat lainnya.
“Shalat Khusuf, setelah imam baca Alfatihah dan Surat lain kemudian rukuk. Dan setelah rukuk tidak langsung sujud melainkan baca Alfatihah dan surat lainnya lagi; Barulah kemudian rukuk, i’tidal, sujud sebagaimana shalat wajib biasanya. Pada rakaat kedua, begitu juga seperti rakaat pertama, dua kali rukuknya,” terang dia.
Lebih lanjut Hasyir menjelaskan, dalam pemilihan ayat atau surat sesudah membaca Alfatihah pertama, sebaiknya lebih panjang dibansingkan dengan bacaan ayat kedua. “Kalau pada rakaat kedua, setelah Alfatihah pertama suratnya lebih pendek, jadi lebih panjang sesudah Alfatihah kedua,” jelasnya.
Sesudah Salat Khusuf dikakukan berjamaah, Al Ustadz Edi Sukardi menyampaikan dalam khutbahnya bahwa fenomena alam berupa gerhana dapat menjadi renungan tentang Mahakuasaan Allah. Dalam fenomena gerhana, selain merupakan peristiwa alam raya namun juga sebagai peringatan bagi orang-orang yang menggunakan akalnya.
Pada kesempatan itu, antara lain Edi Sukardi menyetir firman Allah, Surat Ali Imran ayat 191-192. Kemudian, dalam menjelaskan orang yang berakal (ulil albab), ia lakukan pendekatan kelompok yang menggunakan akal.
“Orang yang menggunakan akal itu tiga macam,” katanya. “Pertama, kelompok intelektual. Kedua, cendikia, dan ketiga yang disebut dengan ulil albab”.
Menurut Ustadz Edi Sukardi, kaum intelektual merupakan orang yang terdidik dengan Pendidikan formal termasuk mereka yang berpendidikan akademik paling tinggi. Akan tetapi, yang lebih tinggi dari mereka adalah kaum cendikia, karena mempunyai kecerdasan emosional dengan tingkat kepekaan yang lebih baik.
“Cendikia akan tergugah hatinya ketika melihat orang yang kesusahan, dan kemudian berusaha membantu,” katanya.
Akan tetapi, di atas itu, sebut Ustadz Edi Sukardi, masih ada kelompok Ulul Albab, di mana pikirannya tidak terlepas dari memikirkan apa pun yang diciptakan Allah. Seperti fenomena gerhana menjadikan ingatannya untuk mengingat Allah, berdzikir, bertahmid, berdoa, juga tetap menata rasa syukur atas rahmatNya.
“Mengingat Kemahabesaran dan Mahakekuasaan Allah baik berdiri, duduk dan berbaring. Ketika berdiri, dalam arti kita masih gagah, masih kuat tenaga dan kemampuannya, namun setiap guliran waktu ingat segala perintah Allah lalu dikerjakan, dan setiap larangan Allah ditinggalkan dan dijauhi,” jelasnya.
Kemudian ingat juga akan kebesaran Allah ketika duduk, disebut Edi Sukardi boleh jadi ketika diri telah duduk di kursi roda dan secara fisik kekuatan telah menurun. “Dan dalam kondisi semikian, tetap pula mengingat Allah. Kemudian ketika berbaring, dapat diartikan datangnya kelemahan tenaga atau telah sakit-sakitan,” ungkapnya.
Kemudian Ustadz Adi Sukardi mengajak jamaah, dalam kondisi apa pun keadaan diri, hendaknya menjadi Ulul Albab dengan upaya menjauhi serta meninggalkan perbuatan maksiat dan sia-sia. “Mari, dalam momentum gerhana ini kita menfaatkan untuk berdzikir, bertasbuih, bertahmid, dan memperbanyak rasa syukur atas segala rahmat yang telah Allah hadirkan kepada kita,” tutupnya. (asy/imbc***)