Disalin oleh Theo Yusuf
IMBCNEWS Jakarta | Permusuhan syiah dan Suni, sesungguhnya merupakan grand disaint dari Yahudi dan pemerintahan barat yang tidak ingin Iran sebagai negara mullah yang kuat yang menghargai sistem demokrasi. dan berani melawan araganisme kelompok AS – barat.
Tetapi karena banyaknya kaum muslimin yang tidak mengerti akan hal itu ditambah provokasi kaum barat dan yahui demikian masif, mengatakan, syiah adalah bukan Islam dan karenanya, layak untuk diperkusi atau diperangi, sehingga banyak oarng salah faham terhadap hal itu.
Seperti yang dilansir laman antara pada Selasa menyebutkan, Ini jawaban pendeknya tetang syiah. Syiah adalah bagian dari Islam.
Inilah keputusan konferensi internasional para ulama Islam se-dunia yang diadakan di Amman, Yordania, pada tanggal 4 – 6 Juli 2005 M.
Dalam resolusi itu dikatakan bahwa Mazhab Syiah diakui sebagai salah satu dari 8 madzhab dalam Islam, sehingga tidak boleh dikafirkan. Resolusi ini dikeluarkan di Jordania atas prakarsa Raja Abdullah II, ditandatangani oleh kurang lebih 500 ulama terkemuka dari 50 negara termasuk Indonesia, dan diadopsi oleh 6 dewan ulama Islam internasional pada sidang Organisasi Konferensi Islam di Mekah pada bulan Juli 2006.
Ulama Indonesia yang ikut menandatangani risalah Aman tersebut, Maftuh Basyuni (Menag RI pada saat itu), Ketum PB NU Hasyim Muzadi, dan Ketum Muhammadiyyah Din Syamsuddin.
Oleh karena itu sangatlah naif jika ada ummat Islam di Indonesia masih mau diprovokasi bahwa Syah adalah kafir, dan menyimpang dari ajaran Islam.
Orang-orang Syiah itu juga bersyahadat, meyakini Tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan-Nya, sama seperti Sunni. Bukankah SYAHADAT adalah batas minimal seseorang dianggap sebagai Islam (muslim)?
Selain itu, muslim syiah juga tiap hari melakukan shalat 5 waktu (subuh zuhur ashar maghrib dan isya), berpuasa di bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat dan melaksanakan Haji … sama persis dengan kaum muslimin lainnya.
Alqur’an nya juga sama persis dengan quran yang digunakan muslim sunni (bukan seperti fitnah yang digembar-gemborkan itu). Bahkan Iran sering mengadakan MTQ Internasional yang dihadiri oleh seluruh dunia Islam. Termasuk dari Indonesia. Kalaulah alqurannya beda, mana mungkin mereka akan datang ke Iran mengikuti lomba MTQ internasional ? Jelas alquran nya sama.
Sekedar fakta tambahan saja, sekitar 15 persen warga Arab Saudi adalah penganut mazhab Syiah. Dan muslim Syiah dari Saudi tsb juga dibolehkan melaksanakan haji. Jadi, juga diakui oleh pemerintah Saudi bahwa mereka itu muslim. Begitu juga muslim syiah dari Iran, setiap tahun pun melaksanakan Haji.
Jadi apa alasannya syiah disebut bukan bagian dari Islam? Iya ‘kan? Tulisan ini untuk mempermudah pemahaman masyarakat luas tentang Mazhab Syiah yang sering sekali difitnah sebagai agama di luar Islam. Persepsi ini timbul karena ketidaktahuan atas hal-hal yang dianggap kontroversial dan berbeda dengan keyakinan mayoritas umat Islam.
Apa Itu Syi’ah dan Mengapa Orang Memilih Syi’ah
Dalam shalat, kita selalu berdoa: Ihdinaa Siraatal Mustaqiim, yang artinya Tunjukilah kami Jalan yang Lurus. Yaitu jalan yang tidak mungkin salah, tidak mungkin menyesatkan, dan bukan pula jalan dimurkai Allah swt.
Artinya jalan yang lurus itu adalah jalan yang benar-benar suci, terbebas dari kesalahan, sesedikit apapun. Agar jalan yang lurus itu selalu terjaga dari noda dan kesalahan, pasti harus ada orang yang menjaganya, yang tentu saja dia juga harus suci dari kesalahan dan dosa (makshum). Setelah Rasulullah SAW wafat, tetap harus ada … dan mereka bukan ditunjuk oleh manusia (lewat jalan apapun), melainkan melalui perintah Allah swt. Mereka inilah, menurut keyakinan Syiah, para Imam Ahlul Bait as yang totalnya berjumlah 12 imam, dimulai dari Imam pertama yaitu Imam Ali bin Abi Thalib dan terakhir Imam Mahdi as.
Karena itu bagi umat Islam Syiah, mereka berkeyakinan bahwa Allah swt dan Rasulullah saw telah menunjuk Imam Ali bin Abi Thalib as sebagai imam, sebagai pemimpin orang-orang beriman.
Mungkin ada sebagian orang yang menyayangkan mengapa masih meributkan peristiwa yang sudah lama yang tak bisa berubah, yaitu perselisihan siapa khalifah yang sah, antara Abu Bakar ataukah Ali bin Abi Thalib. Bukankah itu sudah lama. Mengapa kita harus bertengkar oleh hal yang sudah tak bisa diubah lagi?
Ya itu betul … tapi yang tidak disadari atau kurang dipahami oleh mereka, karena yang dilihat adalah jabatan khalifah nya, yang secara lahiriah bersifat urusan-urusan dunia, urusan politik, militer, dan kemasyarakatan. Padahal penunjukan Imam Ali as sebagai IMAM memiliki tugas yang jauh lebih besar, yaitu urusan-urusan spiritual, keagamaan, disamping urusan sosial politik kemasyarakatan.
Jadi sekalipun dalam faktanya, Abu Bakar memegang jabatan khalifah, bukan berarti keimamahan Imam Ali as menjadi batal. Imam Ali as tetap menjadi Imam, yang menjaga agama Islam dan umat Islam tetap pada rel yang semestinya. Ya memang, tugas ini menjadi jauh lebih sulit, karena Imam Ali as tidak sekaligus merangkap sebagai khalifah.
Jadi secara sederhananya, orang yang disebut pengikut Syi’ah adalah mereka yg “berwilayah kepada Imam Ali bin Abi Thalib as dan 11 Imam as lainnya “; yaitu yang menjadikan mereka (para aimmah as tsb) sebagai Wali/Pemimpin/Maula baik untuk urusan dunia ataupun akhirat.
Bagi kaum syiah, ini termasuk soal agama (ushuluddin). Bukan soal jabatan kekhalifahan dunia. Karena konsekuensinya akan terkait dengan apakah masih berada/mengikuti ajaran Islam dengan benar. Pengikut syiah akan mengambil rujukan dalam berbagai persoalan aqidah, fiqih ibadah, muamalah, politik, dan sosial kemasyarakatan hanya kepada para Imam AhlulBayt Nabi as. Karena menurut keyakinannya, merekalah (para imam tsb) yang resmi ditunjuk oleh Allah dan Rasulnya sebagai washi dan penerus Rasulullah saww.
Jadi bukan soal siapa khalifah ala pemimpin negara atau masyarakat, tapi imamah disini terkait dengan kita ikut ajaran Qur’an dengan tafsir yang dijaga kebenarannya oleh “orang suci” (imam makshum as) ataukah kita mengikuti ajaran Qur’an melalui tafsir dari orang-orang yang tidak dijamin kesucian dan kebenarannya.
Apa Dalil dari Nya Bahwa Para Imam as Ditunjuk oleh Allah SWT
Di dalam Al-Qur’an, terdapat banyak sekali ayat yang menjelaskan dan menetapkan imâmah Imam Ali as dan para imam lainnya. Tentu saja, jangan berharap secara lahiriah akan menemukan nama-nama para imam dalam qur’an …. sebab Qur’an bicara global.
Seperti halnya dengan ayat-ayat topik lainnya, petunjuk itu harus dikaitkan dengan hadis-hadis mutawatir dari Rasulullah Saw, khususnya terkait sebab-sebab diwahyukan dan diturunkannya ayat-ayat tersebut. Seperti ayat tentang shalat misalnya, tak akan kita temukan detilnya dalam Qur’an, melainkan adanya dalam hadits Rasulullah saw.
نَّمَا وَلِيُّكُمُ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَهُمْ رَٰكِعُونَ
“Sesungguhnya wali/pemimpinmu hanyalah Allah, rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, sedang mereka dalam kondisi rukuk.” (Qs. Al-Maidah [5]:55)
Bagi yang paham bahasa Arab mungkin lebih mudah memahami ayat ini. Dalam ayat itu perhatikan kata ٱلَّذِينَ(yang merujuk ke seseorang/sesuatu) dan kata وَ (yang bermakna DAN atau sesuatu yang tidak terpisahkan)
Jadi, pemahaman atas ayat ini secara disederhanakan kurang lebih:
Sesungguhnya Wali/Pemimpin kamu hanyalah Allah + Rasulullah + Orang Yang beriman YANG mendirikan shalat DAN menunaikan zakat pada saat ia sedang ruku’.
Kebanyakan mufassirin (para penafsir) dan muhaddits (ahli hadis) berkata bahwa ayat ini diturunkan untuk Imam Ali bin Abi Thalib As.
Suyuti, salah seorang ulama terkemuka Ahlusunnah dalam kitab tafsirnya "al-Durr al-Mantsur" terkait dengan ayat ini menukil dari Ibnu Abbas bahwa "Tatkala Ali bin Abi Thalib dalam kondisi ruku' datanglah seorang peminta-minta dan Ali bin Abi Thalib menyerahkan cincinnya kepada orang tersebut sebagai sedekah. Rasulullah Saw bertanya kepada peminta-minta itu, "siapakah gerangan yang telah menyedekahkan cincinnya kepadamu? Si peminta-minta itu menunjuk Baginda Ali As dan berkata: Orang itulah yang telah memberikanku sedekah ketika ia dalam keadaan ruku." Kemudian pada saat itulah ayat ini turun.
Allamah Amini ra dalam kitabnya al-Ghadir, menukil bahwa riwayat-riwayat tentang turunnya ayat ini atas peristiwa Imam Ali as diatas ada kurang lebih 20 kitab standar Ahlusunnah dengan menyebutkan bukti-bukti dan sumber-sumbernya.
Pada ayat ini terlihat nyata sekali bahwa Wilâyah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib sederetan dan sejajar dengan wilâyah Allah Swt dan Rasulullah Saw. Karena itu ketaatan kepada kepemimpinan/wilayah Imam Ali as, menjadi wajib.