IMBCNEWS Jakarta | Salah satu ajaran Sunan Bonang, guru dari Sunan Kali Jaga yang saat ini kian terkikis adalah orang lebih suka dinilai dirinya paling benar. Akibatnya, yang merasa tua tidak mau minta maaf dan yang muda-pun merasa sok untuk tidak mau minta maaf karena merasa dirinya paling benar.
Sifat seperti itu, kata Drs. Kusen MA Phd, Wk Ketua bidang Kesenian dan Budaya DPP Muhammadiyah di Jakarta, Rabu, dalam khatib Idul Fitri 1445 H/2024 di Mushala Alfikri, membuang kunci surga. “Allah Swt sudah memberikan kuncinya, tetapi dibuang.”
Padahal kata dia, Sunan Bonang mengajarkan, umat Islam setelah melaksanakan puasa penuh satu bulan, semata-mata mencari keridhaan Allah Swt, dan ingin masuk kedalam surgaNya.
Caranya, setelah usai menjalankan puasa, umat Islam untuk membuat ketupat, (janur (nur-cahaya) kemudian diantarkan ke tetangganya yang terdekat atau bisa juga yang jauh. Yang diantar itu nur, hati yang putih bersih dan enak di makan oleh sesama.
Makna dari nasi ketupat itu, mengakui “kulo” (saya) adalah lepat, (banyak salah), karena itu dengan mengantar ketupat, pertanda adanya niat suci untuk minta maaf kepada sesama manusia.
Kusen yang biasa dipanggil Kyai Cepu, yang juga dosen di IAIN Syarih Hidayatullah Ciputat, lebih jauh mengelaborasi sebuah piwulang yang diajarkan oleh Sunan Bonang.
Piwulang adalah sebuah kosa kata bahasa Jawa, yang secara sederhana dapat diartikan sebuah pelajaran yang diajarkan secara pararel dengan tingkah laku.
“Tingkah laku manusia saat ini sudah banyak bergeser, yakni orang merasa malu kalau minta maaf terlebih dahulu, karena terdapat penyakit sok angkuh, sok kaya, dan sok benar. “Jenis penyakit tersebut termasuk penyakit yang paling berat. Nabi Isa AS, dalam sebuah riwayat mengakui dirinya dapat menghidupkan orang yang telah mati. Tetapi gagal untuk menurunkan derajat dari sifat-sifat kesombongan manusia yang suka sok benar dan sok pintar itu,” kata Kusen.
Pelaksanaan shalat Idul Fitri di Mushala Alfikri yang terletak di Perumahan Lembaha Nirmala I Cimanggis Depok itu, bertindak sebagai imam shalat Ustaz Saiful, dan dihadiri sebagian besar jamaah di lingkungan Perumahan Lembah Nirmala.
“Mushala ini sejak awal sudah mempersiapkan shalat Idul Fitri 1445 H/ pada 10 April 2024 atau sejak DPP Muhammadiyah mengumumkan hari puasa da hari lebaran,” kata Nugroho, pelaksana shalat Idul Fitri, termasuk Panitia penerimaan Zakat dan infaq.
Nugroho mengatakan, apa yang disampaikan Kyai Cepu mampu mengaktualisasi Kupat dengan pendekatan kultur budaya Jawa yang bermakna menjadikan pemahaman minta maaf duluan itu adalah prilaku kesantuanan dan kesolehan dari seorang mukmin.
Saya kira dakwahnya dapat mudah diterima yang terpenting menangkap esensinya, bahwa lebaran itu perlu adanya saling minta maaf memaafkan tidak perlu malu apa lagi ragu, kata Nugroho.
imbcnews/diolah/