Jakarta-IMBCNews- Tahapan pilkada serentak termasuk di Jakarta sudah mendekati babak akhir. Menurut Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay, partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 terbilang rendah, atau banyak pemilih golput.
Pada Pilkada Jakarta 2024 misalnya, partisipasi pemilih hanya 57,5 persen. Hadar yang juga mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) menduga, pemilih melakukan hal tersebut lantaran tidak percaya dengan pilihan calon kepala daerah yang ada.
“Ada yang tidak datang ke TPS. Ada juga pemilih yang tetap hadir memilih, namun sengaja membuat surat suaranya tidak sah. Mereka protes terhadap kondisi yang ada,” kata Hadar pada diskusi politik di Jakarta, Sabtu (7/12).
Sementara Titi Anggraini, Dosen Hukum Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia mengungkap alasan di balik tingginya angka golput dalam Pilkada Jakarta 2024.
Menurut Titi, masyarakat Jakarta tak bisa dipaksa untuk memilih calon pemimpin yang tidak disukai olehnya. “Kenapa pemilih tidak datang? Itu karena mereka memang tidak bisa dipaksa untuk memilih sesuatu yang mereka tidak suka,” katanya.
Titi menjelaskan, hal ini pun tak bisa dipandang sebagai noda demokrasi. Pasalnya, masyarakat Jakarta tergolong melek teknologi dan memiliki literasi digital yang tinggi.
“Sebagai peneliti demokrasi, saya mengatakan bahwa fenomena Jakarta itu menandakan masyarakat itu otonom. Pemilih itu merdeka,” papar Titi Anggraini yang juga Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Seperti diketahui angka masyarakat yang tak menggunakan hak suaranya alias golput di Pilkada Jakarta 2024 mencapai 3.489.614 orang atau setara dengan 42,5 persen berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara oleh KPU.
Dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Pilkada Jakarta 2024 sebanyak 8.214.007 orang, jumlah pengguna hak suara di angka 4.724.393 orang. (KS)