IMBCNews – Jakarta – Ratusan warga Palestina di Gaza turun ke jalan, mendesak kelompok Hamas mundur dari kekuasaan karena merasa mereka lah yang jadi korban di tengah konflik antara Hamas dan Israel.
Konflik Hamas vs Israel kali ini dipicu oleh serangan mendadak Hamas ke wilayah Israel Selatan pada 7 Oktober 2023 yang lalu dibalas secara brutal oleh Israel selang sehari kemudian dengan membumihanguskan Gaza.
Bombardemen Israel terhadap Gaza sejak 8 Okt. 2023 diperkirakan telah menewaskan sekitar 51.000 anggota Hamas dan warga sipil Palestina dan melukai sekitar 137.000 lainnya.
Korban terus berjatuhan sampai hari ini saat Israel mengalihkan serangan ke wilayah Paleesina di Tepi Barat, di tengah proses gencatan senjata sejak 19 Januari lalu berupa tukar-menukar tawanan dan sandera.
Dalam perkembangan terakhir, warga sipil Palestina kemudian merasa mereka lah yang menjadi korban konflik antara Hamas dan Israel.
Aksi protes ini disebut sebagai yang terbesar sejak perang antara Hamas dan Israel meletus pada Oktober 2023. Dari
Tayangan Video yang beredar di medsos menunjukkan para demonstran, mayoritas pemuda, memadati jalanan di Beit Lahia, Gaza utara.
Hamas, mundur!
Para pengunjuk rasa, seperti dilaporkan BBC (26/3) meneriakkan yel-yel yang ditujukan kepada Hamas, misalnya “keluar, keluar, keluar, Hamas keluar!”
Unjuk rasa dibubarkan secara paksa oleh para anggota Hamas yang mengenakan penutup wajah dan beberapa di antaranya membawa senjata api dan pentungan. Mereka menyerang sejumlah peserta aksi.
Aksi warga terjadi sehari setelah kelompok Jihad Islam menembakkan roket ke Israel, lalu dibalas dengan keputusan Israel untuk mengevakuasi sebagian besar warga Beit Lahia.
Langkah tersebut memicu kemarahan warga setempat. “Kami menolak mati demi siapa pun, demi agenda partai mana pun, atau demi kepentingan negara asing,” ujar Mohammed Diab, salah satu demonstran, kepada BBC.
Diab telah kehilangan rumah dan saudaranya akibat serangan udara Israel. “Hamas harus mundur dan mendengarkan suara mereka yang berduka, suara yang muncul dari bawah puing-puing—itulah suara yang paling jujur,” lanjut Diab.
Dalam rekaman lainnya, massa terdengar menyerukan, “Gulingkan kekuasaan Hamas, gulingkan kekuasaan Ikhwanul Muslimin.”
Sementara Hamas sendiri belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait demonstrasi ini. Namun, para pendukungnya menyebut aksi tersebut tidak signifikan dan menuding para peserta sebagai pengkhianat.
Meluas
Kritik terbuka terhadap Hamas kian meluas sejak perang dimulai. Meski begitu, kelompok ini masih memiliki pendukung fanatik, membuat sulit untuk mengukur seberapa besar pergeseran opini publik di Gaza.
Seorang warga Gaza, Mohammed Al Najjar, menulis di Facebook, “Mohon maaf, Hamas sebenarnya sedang bertaruh untuk apa? Mereka bertaruh untuk darah (nyawa) kami, darah (nyawa) yang oleh dunia hanya dipandang sebagai statistik.”
Bahkan mereka juga menuding Hamas pun menganggap korban di pihak warga hanya sebagai angka.
“Mundurlah dan biarkan kami mengobati luka-luka kami,” tambahnya. Hamas memegang kendali penuh atas Gaza sejak 2007, setelah menang dalam pemilu dan menyingkirkan rival-rivalnya dengan kekerasan.
Perang saat ini dipicu oleh serangan Hamas ke wilayah Israel pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyebabkan 251 orang disandera. Israel kemudian melancarkan operasi militer besar-besaran untuk menghancurkan Hamas.
Data Kemenkes Gaza yang dikelola Hamas menyebutkan, lebih dari 51.000 warga Palestina tewas dalam serangan balasan Israel. Sebagian besar dari 2,1 juta penduduk Gaza telah mengungsi, bahkan beberapa kali.
Sekitar 70 persen bangunan di wilayah tersebut rusak atau hancur. Sistem layanan kesehatan, air bersih, dan sanitasi lumpuh.
Sementara itu, pasokan makanan, bahan bakar, obat-obatan, dan tempat berlindung semakin menipis. Setelah hampir dua bulan gencatan senjata yang dimulai pada 19 Januari, Israel kembali melancarkan serangan udara pada 18 Maret.
Serangan ini dilakukan setelah Hamas menolak usulan terbaru dari AS untuk memperpanjang gencatan senjata. Hamas menuduh Israel tidak mematuhi perjanjian awal yang dicapai pada Januari lalu.
Di tengah konlik berkepanjangan yang belum usai, suara protes dari dalam Gaza sendiri kini terdengar makin lantang. (imbcnews/Theo/sumber diolah: BBC/ns)