IMBCNews – Jakarta – LANGKAH timnas Garuda terbang lebih tinggi di putaran perempat final Piala Asia U-17 2025 terhenti setelah di laga sistem gugur di King Abdullah Sport City Stadium, Jeddah, Senin malam (14/4) dibantai Korea Utara 0 – 6 .
Kepercayaan diri terlalu tinggi para pemain, pelatih, pengamat dan publik di Indonesia antara lain akibat overexpose media yang membuat timnas U-17 terlena dan terkesan menganggap remeh lawan.
Laga baru berjalan tujuh menit ketika bek Korut Choe Song-Hun yang tak terjaga di tiang jauh dari situasi sepak pojok, dengan leluasa melepas tembakan voli ke gawang Dafa Al Gasemi.
Korut melesakkan gol kedua pada menit ke-20 dari bola lambung ke tengah kotak terlarang , membuat kemelut di lini pertahanan Garuda.
Bola kemudian jatuh ke kaki kapten Kim Yu-jin yang melepas tembakan keras ke gawang Dafa walau sempat memantul di kaki pemaian belakang Garuda, Mathew Baker.
Timnas U17 di paruh waktu kedua agaknya kesulitan mengembangkan permainan di bawah tekanan para pemain lawan yang secara fisik lebih tinggi dan besar.
Inferioritas skuad Nova Arianto dari lawan tercermin di babak pertama yang hanya mampu melepas satu tembakan yang masih bisa diblok pemain lawan.
Coba bangkit
Timnas Garuda U-17 mencoba bangkit di babak kedua dengan menurunkan Aldyansyah Taher dan Nazriel Alfaro, namun justru tertinggal 0-3 hanya tiga menit laga berjalan.
Umpan silang keras Pak Kwang Song di sisi kanan disambut Ri Kyong Bong persis depan gawang Dafa dan menyarangkan gol ketiga timnya.
Korut mendapat penalti setelah tangan Putu Panji naik dari posisi natural ketika sang kapten berupaya menahan tendangan keras Kim Tae-guk pada menit ke-59.
Penalti diberikan dan Kim sendiri yang maju mengeksekusi peluang serta membawa Korut unggul 4-0. Skor berubah menjadi 0-5 selag satu menit kemudian setelah Ri Kang-rim menyerobot menyerobot beberapa pemain bertahan Garuda untuk menyambut bola lambung tinggi. Ri melewati Al Gazani dan Putu Panji untuk menaklukkan kiper Dafa.
Pak Ju-won kemudian mencetak gol keenam pada menit ke-77 laga, memanfaatkan sapuan kepala yang tidak sempurna dari Fabio Azka.
Overexposed dan “PD abis”
Liputan media arus utama terutama TV, dukungan dan puja-puji publik tak putus-putusnya disampaikan di medsos setelah timnas Garuda U-17 memenangkan semua laga di putaran perdelapan final dengan mengalahkan Korea Selatan 1 – 0, Yaman 4 – 1 dan Afghanistan 2 – 0.
Komentar positif dan pujian pada tampilan timnas Garuda di ajang Piala Asia U-17 2025 tak hanya viral di media nasional, tetapi juga datang dari negara tetangga Malaysia, Thailand, bahkan mantan pelatih nasional Shin Tae Yong yang memuji setinggi langit kiprah sang pelatih Nova Arianto dan para pemain.
Ulasan tentang hasil capaian gemilang di laga perdelapan final dan prediksi di laga selanjutnya di perempat final berulang ulang ditayangkan di TV, youtube dan medsos.
Sampai orang tua da keluarga pemain Garuda U-17 yang berada di pelosok tanah air diwawancarai atau diminta komentarnya tentang riwayat dan kiprah pemain serta prediksi laga selanjutnya.
Para pengamat yang diwawancarai umumnya juga yakin Garuda U-17 bakal menang atas Korut karena menilai, secara individu, lebih unggul, dan di atas kertas, keandalan Korut masih di bawah Korsel yang berhasil dikalahkan 1 – 0 di babak perdelapan.
Para pengamat umumnya yakin, timnas Garuda bakal unggul 1 – 0, 2 – 1, atau minimal laga berimbang, berujung adu penalti yang bakal lebih banyak diwarnai faktor keberuntungan.
Tak satu pun yang meramal, skuad Garuda U-17 bakal dibantai dengan angka telak, kemasukan setengah lusin gol tanpa balas.
Padahal, walau minim publikasi, karena negerinya memang tertutup, kiprah persepakbolaan negeri itu di persepakbolaan dunia tidak bisa disepelekan, pernah lolos final Piala Dunia pada 1966 dan 2010.
Di PD 1966, tampilan Korut mengejutkan, mampu mengungguli tim faforit Itali 3 – 0 pada babak pertama, walau akhirnya, Itali yang dipimpin pemain legendaris Eusebio berhasil membalik keadaan menjadi 5 – 3.
Satu hal yang luput dari pengamatan, pemain Korut dilatih secara spartan dan disiplin super tinggi.
Sukses di lapangan bola, bakal membuat mereka bisa bertandang ke luar negeri, menginap di hotel mewah dan makan enak, melupakan sejenak jatah ransum yang dimakan penduduk di negeri miskin dan serba tertutup itu.
Motivasi dan obsesi para pemain Korut untuk mendapatkan priviledge yang mustahil diterima warga biasa agaknya ikut memacu adrenalin mereka untuk melakukan terbaik.
Lagi pula, cercaan dan hukuman sudah menanti bagi yang bermain buruk, apalagi dianggap menjadi penyebab kekalahan tim.
Dengan kekalahan dari Korut ini, diharapkan semuanya, baik pelatih, pemain, pengamat sampai publik mengambil hikmah dan pembelajaran.
Jangan terlalu percaya diri, overconvidence dan pelajari betul dengan seksama kelebihan dan kekhasan lawan. (imbc/Theo/sumber diolah)