Oleh: Sania R. A.
Globalisasi atau budaya yang mendunia merupakan bagian dari proses kehidupan masyarakat yang tidak dapat dipungkiri kehadirannya. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi mempercepat proses globalisasi.
Globalisasi, memberikan banyak pengaruh terhadap seluruh aspek kehidupan manusia seperti aspek sosial, aspek budaya, aspek agama, dan aspek politik. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab dan dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan.
Di tengah meluasnya persebaran globalisasi, sebagian besar masyarakat indonesia cenderung menghabiskan waktunya untuk beraktivitas menggunakan media digital seperti televisi, laptop, gawai, tablet atau sejenisnya daripada berinteraksi dengan individu lainnya.
Melalui media digital tersebut masyarakat dapat mengakses berbagai aplikasi yang dapat menyajikan berbagai berita, komunikasi, hobi, permainan, dan hiburan. Kebanyakan dari masyarakat menggunakan media digital tersebut untuk beraktivitas pada sosial media.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, hasil pendataan Survei Susenas pada tahun 2021, menunjukkan 62,10 persen dari populasi masyarakat indonesia telah mengakses internet di tahun 2021. Dari angka tersebut, 95 persennya menggunakan internet untuk mengakses media sosial.
Menurut data dari Weber Shandwick, perusahaan public relations dan pemberi layanan jasa komunikasi, di wilayah indonesia ada sekitar 65 juta pengguna Facebook aktif. Tidak hanya situs Facebook saja, data dari PT Bakrie Telecom memaparkan bahwa twitter memiliki 19,5 juta pengguna di Indonesia dari total 500 juta pengguna global.
Aktivitas mereka pada sosial media ini tentunya memiliki dampak terhadap pola pikir, sikap dan kepribadiannya individu.
Pemakaian media sosial yang semakin meningkat ini tidak dibarengi dengan pembatasan dan penjaringan konten yang disaksikan. Dampak dari hal tersebut menimbulkan kebodohan secara tidak langsung pada penggunanya melalui informasi dan konten yang dimuat dalam sosial media.
Selain pembodohan, eksploitasi sosial media yang tanpa batas membawa dampak pada rasa nasionalisme penggunanya. Menyebarnya konten dan tren-tren yang tidak mendidik menjadi penyebab terjadinya penurunan rasa nasionalisme. Hal ini karena mereka menganggapan bahwa dengan mengikuti tren-tren tersebut merupakan suatu hal yang wajib dan akan dianggap ketinggalan zaman jika tidak update dengan berita sosial media yang ada.
Alhasil, banyak pengguna sosial media lebih mengikuti informasi yang bersifat modern dan menghibur daripada informasi kebudayaan bangsa. Hal ini merupakan salah satu dampak negatif dari penggunaan sosial media.
Jika hal tersebut dibiarkan terus-menerus, maka dapat membuat kita kehilangan generasi muda yang nasionalis dan produktif di masa mendatang. Lantas apa yang bisa kita lakukan untuk mencegah hal tersebut ?
Create and share konten yang mendidik, enlighteen, empowerment, dan membangun karakter nasional.
Menyemarakkan pembuatan dan penyebaran konten, handwriting, foto, video, maupun podcast yang mengenalkan budaya-budaya Indonesia menjadi salah satu langkah yang bisa diambil. Konten-konten ini dapat berupa penggunaan berbagai macam baju adat khas daerah, tari-tarian khas daerah, hingga makanan-makanan khas daerah.
Hal tersebut, dapat membuat generasi muda sadar dan bangga dengan kebudayaan yang dimiliki dan dapat membuat mereka lebih produktif untuk hal yang positif.
Peningkatan control parents terhadap anak dalam penggunaan gawai terutama dalam mengakses media sosial
Di Era Dewasa ini orang tua memberikan anak mereka akses dalam mengoperasikan gawai tidak terkecuali untuk mengakses media digital dengan alasan mempermudah komunikasi dan hal itu merupakan alasan kuat bagi orang tua. Mengimbangi hal itu orang tua juga harus memberikan pendampingan dialogis saat anak bermain dengan gawainya. Sehingga orang tua dapat menyaring dan mengajari anak dalam bijak dalam bersosial media.
Meningkatkan peran lembaga pendidikan dalam membangun karakter kebangsaan
Proses pendidikan karakter tidak bisa instan. Oleh karena itu, pendidikan karakter haruslah dimulai sejak dini dan diupayakan oleh lembaga pendidikan formal yang bersifat lebih mengikat, lebih terarah dan terukur.
Upaya tersebut dapat diintegrasikan dan dikembangkan secara komprehensif melalui semua mata pelajaran, budaya sekolah dan pengembangan diri siswa dalam berbagai aktivitas sekolah, intra dan ekstra kurikuler serta komitmen para guru serta seluruh staf dalam interaksi mereka di lingkungan sekolah dan di luar lingkungan sekolah. (Sumber: Republika)