IMBCNews, Jakarta | Dua pihak yang mulanya sempat bersetru atas dugaan pelanggaran kode etik, yaitu antara 9 Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Prof Denny Indrayana SH, LLM, PhD, pada akhirnya mencapai kesepakatan damai. Di balik perdamaian itu, mengemuka nama Dr. Tjoetjoe Sandjaja Hernanto, yang ternyata bertindak sebagai mediator bagi kedua belah pihak.
Atas perdamaian itu, Dewan Kehormatan Daerah Ad Hoc Kongres Advokat Indonesia DKI Jakarta, kemudian menggelar sidang etik kembali untuk Pembacaan Putusan, pada 4 Desember 2023. Sidang kode etik ini bersifat terbuka untuk umum dan digelar secara hybrid (online dan offline).
Prof. Denny Indrayana, pada mulanya memoperoleh Pengaduan dari 9 Hakim MK dengan delik berita bohong terkait sistem pemilu yang akan kembali pada sistem proporsionnal tertutup. Atas pengaduan itu, Dewan Kehormatan Daerah Ad Hoc KAI DKI Jakarta meluncurkan surat perkara Nomor: 01/DK-JKT/2003 yang salah satu substansi isinya memposisikan 9 Hakim MK sebagai Pengadu dan Denny Indrayana sebagai Teradu.
Proses sidang untuk mengadili yang bersengketa di bawah Majelis Hakim Ad Hoc KAI: Dr. Umar Husin, SH., MH., (sebagai Ketua Majelis), Prof. Dr. St. Laksanto Utomo, SH., MH., Aldwin Rahadian M, SH., MAP., Diyah Sasanti R, SH., MH., MBA., M.Kn., dan Dr. Umbu Kabunang Rudi Yanto Hunga, SH., MH.
Majelis Hakim sempat menggelar beberapa kali sidang etik dengan mendatangkan Pihak Pengadu dan Pihak Teradu. Akan tetapi, dari kedua belah pihak tersebut belum ditemukan indikasi adanya titik terang yang disifati nilai kekeluargaan dengan berdamai.


Keadaan tersebut ternyata mendorong Tjoetjoe Sandjaja turun gunung. Sang Presiden KAI ini melakukan pendekatan persuasif ke pihak Pengadu (9 Hakim MK) mau pun Teradu (Denny Indrayana). Dengan kepiawaian yang dimiliki, para pihak malah bersedia menerima mediasi yang dibangun Tjoetjoe. Bahkan, dalam beberapkali berkomunikasi kedua belah pihak tampak sama-sama menyadari; Denny Indrayana bersedia meminta maaf sedangkan 9 Hakim MK bersedia pula menerima dengan tangan terbuka.
Tak ayal. Operasi mediasi yang dibangun Tjoetjoe menghasilkan. Pihak Pengadu dan Teradu telah membulatkan tekad; “Lebih baik memikirkan pembangunan bangsa dan negara, ketimbang ribut berlanjut hanya gara-gara persoalan yang kurang bermanfaat. Lalu, pada 6 November 2023, kedua belah pihak menyatakan kesediaannya membuat kesepakatan damai.
“Jos usahanya Pak Tjoetjoe,” ungkap Prof Dr Laksanto Utomo SH., MH., selaku salah satu Hakim Ad Hoc ketika bincang-bincang dengan beberpa wartawan di area persidangan, Senin.
Laksanto mengemukakan, terjadinya perdamaian antara 9 Hakim MK dan Denny Indrayana pantas diapresiasi. “Berdamai itu kan menjadi bagian penting dan dicari banyak orang. Maka damainya para pihak sebenarnya kita tunggu semenjak awal bersengketa,” tegasnya.
Ketua Dewan Kehormatan Daerah Ad Hoc KAI DKI Jakarta Pheo Marojahan Hutabarat, SH., menyampaikan; “Kami dari Dewan Kehormatan Daerah Ad Hoc tentu menyambut baik upaya perdamaian yang telah ditempuh oleh Pengadu mau pun Teradu. Hal ini juga membuktikan sikap kenegarawanan dan kebijaksanaan Pengadu dan Teradu”.
Ada pun amar putusan yang dibacakan majelis hakim, sebagai berikut:
- Menyatakan bahwa antara Pengadu dan Teradu telah dicapai perdamaian
yang dituangkan dalam Perjanjian Perdamaian tertanggal 6 November 2023; - Menghukum kedua belah pihak baik Pengadu dan Teradu untuk mentaati
Perjanjian Perdamaian yang telah disetujui tersebut; - Menghukum Pengadu dan Teradu untuk membayar biaya perkara yang timbul
dalam perkara ini yang hingga putusan ini diucapkan sejumlah Rp.
20.000.000,- (Dua Puluh Juta Rupiah). | (asyaro g kahean)