Bogor-IMBCNews- Penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam, yang harus berpedoman pada kitab suci Al-Qur’an. Namun Menteri Agama Nasaruddin Umar mengaku prihatin dengan kondisi umat Islam Indonesia saat ini. Pasalnya sebanyak 72,25 persen umat Islam di Indonesia masih mengalami buta aksara Al-Qur’an.
Menag Nasaruddin mengutip penelitian Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta terhadap 3.111 responden yang tersebar di 25 provinsi di Indonesia. Hal tersebut disampaikanya dalam peresmian operasional Gedung Pusat Literasi Keagamaan Islam (PLKI) Unit Percetakan Al-Quran (UPQ) di Ciawi, Bogor, Rabu.
“Disimpulkan bahwa 72,25 persen umat Islam Indonesia itu masih buta aksara Al-Qur’an. Tinggi sekali lho itu. Itu artinya hanya berapa yang bisa ngaji,” ujar Nasaruddin yang juga Imam Besar Masjid Istiqlal.
Menurut Nasaruddin, penyebab banyak orang tidak bisa membaca Al-Qur’an, karena tidak punya kitab suci ini. Dirinya mengingatkan agar Unit Percetakan Al-Qur’an (UPQ) agar memaksimalkan pencetakan Al Qur’an.
“Kenapa ini perlu kita cetak? Karena untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kita dari yang berbawah. Mungkin karena keterbatasan Al-Qur’an, maka tingkat buta huruf Al-Qur’an di Indonesia sekarang ini masih sangat tinggi,” ujarnya.
Kebutuhan Al-Qur’an, kata Nasaruddin, setiap tahunnya sebanyak 6 juta eksemplar Alquran. Sehingga butuh untuk memaksimalkan pencetakan Al-Qur’an di Indonesia.
“Kebutuhan kita Al-Qur’an itu setiap tahun 6 juta orang, 6 juta eksemplar. Nah, kemampuan untuk dicetak, percetakan kita ini 1,7 juta ya. yang saya lihat di internetnya. Sementara kebutuhan kita ini ada sekitar 6 juta,” ujarnya.
Selain juga kekurangan jumlah Al-Qur’an, Menag menyebutkan, jumlah guru ngaji di seluruh Indonesia hanya 928 ribu guru ngaji, sementara usia populasi umat Islam berjumlah sekitar 270 juta.
“Berarti satu guru ngaji harus mengajar lebih seribu anak,” kata Menag Nasaruddin. (KS)