IMBCNEWS Jakarta | Komisioner Komisi Yudisial (KY) (2010-2015) Taufiqurrahman Syahuri menyatakan,
para hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menangani kasus sengketa Pilres antara 01, 02 dan 03 tidak perlu lagi berfikir untuk memanggil Presiden Joko Widodo untuk didengarkan pendapatnya, karena di dalam kasus sengketa Pilpres tidak sama dengan kasus Pidana Umum dan Khusus.
Disebutkan, dalam hukum tata negara yang diatur adalah apa ada kewenangan atau tidak. Oleh karenanya, meskipun tidak ada larangan tidak berarti boleh, beda dengan hukum perdata atau pidana jika tidak ada larangan berarti boleh. Hakim MK berwenang untuk memanggil seseorang termasuk presoden, namun demikian saya rasa MK tidak prlu memanggil presiden, karena bukti sudah cukup, kata Taufiqurrahman di Jakarta, Selasa.
Ia dimintai tanggapannya terkait soal Urgensi Kedatangan Jokowi tergatung pada hakim MK. Pakar hukum tata negara dari UPN Veteran, Wicipto Setiadi mengingatkan, MK berwenang memanggil setiap pihak untuk ke meja hijau konstitusi. Tidak terkecuali, Jokowi sebagai presiden.
Sebab, dalam undang-undang juga tidak ada larangan bagi MK untuk menghadirkan Jokowi. Apalagi, kehadiran Jokowi bisa membuat isu yang ada menjadi terang benderang, kata Wicipto, pekan ini.
Menurut Dr. Taufiqurrahman yang juga ahli tata negara mengatakan, di UUD 45 tidak ada nomenklatur Kepala Negara. Istilah kepala negara lazim di sistem parlementer. Indonesia menganut sistem presiden sil.
Sementara dalam hukum tata negara yg diatur ukurannya adalah kewenangan atau tidak. Jadi meskipun
tidak ada larangan jika tidak ada kewengan maka tidak boleh. Beda dengan hukum pidana umum, khusus dan perdata, jika tidak ada larangan maka boleh.
“MK memang ada kewenangan untuk memanggil siapa yg dianggap perlu oleh hakim, termasuk presiden. Akan tetapi menurut saya sudah cukuplah keterangan pembantunya tak urgen minta keterangan presiden,” ia menegaskan.
Pemikiran Taufiqurrahman itu sejalan dnegan pendapat Prof. Jimly Asshiddiqqie yang mengatakan, UUD 1945 tidak mengatur Presiden sebagai kepala eksekutif, namun kepala eksekutif yang sebenarnya adalah menteri yang memimpin kementerian dan bertanggungjawab kepada Presiden. Oleh karenanya, urusan Pilpres bukan urusan Presiden sebagai Kepala Negara, tetapi urusan kepemerintahan yang cuup oleh kementeriannya.
Padahal Wicipto menegaskan, dengan kehadiran Jokowi nantinya bisa membuat MK memberikan keputusan yang adil. Pemanggilan Presiden Jokowi memang sangat tergantung pada Hakim Konstitusi.
“Padahal kalau MK memanggil Presiden Jokowi untuk dimintai keterangan, maka Presiden Jokowi secara hukum wajib hadir karena semua orang, tanpa kecuali yang dipanggil oleh pengadilan (termasuk MK) wajib hadir,” katanya.
imbcnews/alineaid/diolah/