IMBCNews, Jakarta | Majelis pertama yang dibentuk menyusul, setelah didirikannya Muhammadiyah oleh KH. Ahmad Dahlan 1912 adalah Majelis Tabligh. Hal ini diungkap Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DKI Jakarta Dr. Akhmad Abubakar, MM.
Pengungkapan itu disampaikannya pada saat acara pembukaan Rapat Kerja (Raker) Majelis Tabligh PWM DKI yang berlangsung akhir tahun miladiyah lalu. Akhmad Abubakar kemudian menekankan secara khusus kepada seluruh peserta raker, agar melakukan berbagai pembenahan gerakan da’wah Muhammadiyah di lingkungan PWM DKI Jakarta.
“Coba mari kita benahi database gerakan da’wah Muhammadiyah. Misal, ada berapa jumlah da’i Muhammadiyah di Jakarta ini, sehingga kita semua tahu begitu juga masyarakat dan khususnya warga Muhammadiyah,” kata dan ajak dia memberi support kepada peserta.
Acara Raker Majelis Tabligh PWM DKI yang berlangsung pada Sabtu 30 Desember 2023 itu, di Gedung Da’wah Muhammadiyah Wilayah DKI Jakarta. Para peserta adalah anggota Majelis Tabligh PWM DKI Jakarta dan 15 orang utusan Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) se-DKI Jakarta.
Ketua Majelis Tabligh PWM DKI Jakarta Dr. Hadiyan, MA., yang didampingi Wakil Ketua Bidang Tabligh Nurhadi, MA., hadir dalam raker. Selain peserta dari Majelis PWM DKI Jakarta, hadir sebagai peserta masing-masing dari Majelis Tabligh PDM Jakarta Pusat, PDM Jakarta Barat, PDM Jakarta Timur, PDM Jakarta Utara, dan Majelis Tabligh PDM Jakarta Selatan.
Pemaparan materi raker oleh dua narasumber; Yaitu Nurhadi yang menyajikan topik “Penguatan Ideologi Tabligh” dan Dr. Suparto, M.Ed., memaparkan topik bertajuk “Membumikan Da’wah Muhammadiyah Yang Inklusif dan Berkemajuan” seperti yang menjadi tema besar Rapat Kerja Majelis Tabligh PWM DKI Jakarta.
Dalam paparannya, Nurhadi menyampaikan lima prinsip da’wah yang perlu dilakukan seorang muballigh Muhammadiyah agar da’wah Muhammadiyah menjadi inkulusif dan berkemajuan; Yaitu informatif, konfirmartif, eksploratif, kompararatif, dan implementatif.
“Seorang da’i seyogyanya tidak sekadar menerima informasi begitu saja lalu disampaikan kepada jamaahnya. Akan tetapi juga, ia harus melakukan cek keabsahan informasi yang disampaikan, dikembangkan, juga dilakukan perbandingan. Bahkan hendaknya diejawantahkan pesan-pesan da’wah Islam itu dalam kehidupannya”, sebut Nurhadi mengingatkan.
Tahap implementatitif atau tathbiq al-hukm, sebut Nurhadi, merupakan yang paling berat dalam kerja da’wah. Penjelasan ini ia sambil mengutip pemikiran-pemikiran yuris Muslim, Ibnu Hazm dalam al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam.
Sedangkan narasumber Suparto, yang juga Wakil Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah hadir secara daring. Ia menjelaskan bahwa inklusifitas da’wah Muhammadiyah diniscayakan apabila da’i-da’inya bersikap protagonis, bukan antagonis.
“Protagonis, berarti muballigh Muhammadiyah menyampaikan pesan-pesan kebaikan di semua lini masyarakat, baik internal umat Islam, mau pun eksternal umat Islam,” papar Suparto.
Ia tegaskan, bahwa sikap protagonis ini menjadikan da’i Muhammadiyah banyak memainkan peran di masyarakat. Kemudian Suparto juga mengingatkan, da’wah antagonis hanya menyebabkan kemunduran dan keterbelakangan da’wah Muhammadiyah.
Pada Raker itu, juga mengagendakan sidang-sidang komisi yaitu Komisi Korps Muballigh Muhammadiyah, Komisi Da’wah Digital, dan Komisi Tata Kelola Masjid dan Mushalla Muhammadiyah. Seusai pembahasan semua sidang komisi, pada akhirnya memasuki acara penutupan oleh Ketua Majelis Tabligh PWM DKI Jakarta Hadiyan yang mengajak semua peserta raker agar secara bersama-sama merealisasikan semua Keputusan Raker. (asy1602: mtpwm-dki)