IMBCNews – Jakarta – Kejanggalan penggunaan aggaran telah membudaya di negeri ini sejak merdeka antara lain diungkapkan oleh Gubernur Jawa Barat yang baru dilantik, Dedy Mulyadi.
Hal itu diampaikan Dedy saat mengikuti pelantikan serentak bersama 518 kepala daerah lain (gubernur dan wakil gubernur, walikota dan wakil walikota serta bupati) di Istana Negara, Kamis (20/2).
Sebanyak masing-masing 33 gubernur dan wakil gubernur, 362 bupati dan wakil bupati, 85 walikota dan wakil walikota atau total 961 kepala daerah dari 481 daerah dilantik oleh Prsesien Prabowo di Istana Negara, Kamis (20/2).
Alokasi nggaran tidak wajar di Provinsi Jabar, ujar Dedi memberikan contoh, terkait pembangunan ruang kelas baru yang mencapai Rp 60 miliar, sementara anggaran untuk pembelian alat telekomunikasi sekolah malah mencapai Rp 730 miliar.
“Ini kan aneh. Kelas belum ada perangkatnya, peralatan digital sudah disiapin. Aplikasi-aplikasi yang enggak bermanfaat bagi kepentingan publik akan kita hapus,” ungkap Dedi.
Dedi juga mengumumkan penghapusan anggaran untuk baju dinas Gubernur Jabar yang selama ini besarnya Rp150 juta. Dia menegaskan langkah ini sebagai bagian dari upaya efisiensi anggaran.
Menjelang pelantikan kepala aerah kali ini, juga muncul vira di medos, Pemrov Banten menganggarkan baju dinas untuk gubernur Rp1 miliar, mobil Rp lima milyar dan Rp500 juta untuk tempat tidur.
Rakyat jelata tentu bisa membayangkan kualias baju yang dibandrol Rp1 miliar itu, walau pun akhirnya anggaran yang disebut sudah dianggarkan sejak lama, akhirnya dibatalkan setelah isunya viral.
Selain itu anggaran kunjungan luar negeri Rp 1,5 miliar dinolkan, sedangkan anggaran perjalanan dinas Rp 1,8 miliar disisain hanya Rp 700 juta.
“Selama puuhan tahun, anggaran perjalanan yang besar untuk studi banding tidak ada hasilnya, “ tutur Dedi
Soal anggaran, baik di pusat maupun daerah yang tidak masuk akal yang tidak berorientasi hasil dan pengawasan, hanya bersifat prosedural juga pernah disentil Presiden sebelumnya, Jokowi.
Contohnya, dari anggaran APBD di suatu wilayah bernilai Rp10 miliar untuk program pengentasan stunting, masing-masing Rp3 miliar digunakan untuk pejalanan dinas dan penguatan kelembagaan, Rp2 miliar untuk “lain-lain”. Yang digunakan membeli telur untuk program stunting cuma Rp2 milar.
“Kapan persoalan stunting akan beres, kalau seperti ini terus, “ ujar Jokowi dengan geram di acara yang dihadiri sejumlah menteri, panglima TNI, Kapolri Jaksa Agung, ketua KPK serta pejabat tinggi lainnya dalam acara rakor pengawasan pada 14 Juni 2023.
Penghambur-hamburan anggaran juga terjadi dalam penyaluran dana Otsus Papua dan Papua Barat yang selama 20 tahun saja (2022 – 2021) mencapai Rp138,6 triliun dan di tahun-tahun berkiutnya terus meningkat jumlahnya.
Para elit di kedua provinsi tersebut berdalih dana yang besar perlu digelontorkan guna mencegah provinsi terujung timur di Indonesia tersebut melepaska diri dari NKRI, namun penggunaan dana tersebut tidak bia dipertanggungjawabkan, karena jika diusut, lagi-lagi mereka mengancam akan merdeka.
Akhirnya, terjadi permufakatan jahat atau kongkalingkong antara pejabat pusat dan daerah yang berwenang untuk menilapnya, sehingga wilayah itu tetap tertinggal dan terbelakang karena dana Otsus yang tidak otimal dimanfaatkan, lebih banyak dijadikan bancakan para (oknum) elit yakni birokrat dana politisi.
Rencana Pengadaan Lem Aibon
Tidak perlu jauh jauh, di DKI Jakarta saja pada awal pembahasan RAPBD 2019 saat Anies Baswedan diangkat jadi gubernurnya, diajukan pos pembelian lem aibon sebesar Rp126 miliar, dan lebih gila lagi, pembelian ATK Rp1,6 triliun.
Dengan entengnya, para pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD ) yakni sekretaris daerah, para kepala dinas, staf ahli, unsur DPRD, camat, lurah sebagai pengguna angaran dan barang mengatakan, pengadaan barang dan jasa yang tidak diperlukan nantinya kan akan dikeluarkan pada rapat-rapat anggaran selanjutnya.
Namun publik menilai : “Untung saja, niat jahat itu diviralkan di medsos dan media arus utama, jika tidak, entah apa jadinya”.
Yang menjadi pertanyaan besar, ke mana saja instansi atau unit pengawasan selama ini? Apa saja kerja mereka? ada Satuan Pengawas Internal, auditor, inspektorat Bappeda, BPK, BPKP, KPK, Ombudsman dan lainnya.
Rezim kepemimpinan Presiden Prabowo menekankan eisiensi, dikelola seransparan mungkin, agar sebanyak mungkin dana APBN dan APBD digunakan bagi kesejahteraan rakyat.
Mudah-mudahan, budaya korupsi yang menganggap semua program adalah proyek untuk manfaat dan kemakmuran individu atau kelompok bisa dibasmi walau agaknya merupakan pekerjaan maha berat karena bakal memicu perlawanan sengit dari mereka yang berada di zona aman dan nyaman. (imbcnews/Theo/sumber diolah)