IMBCNEW Jakarta, Uni Eropa mengancam kepada produsen minyak sawit termasuk dari Indonesia, tidak akan mengimpor produk sawit jika perusahaan itu melakukan perusakan lingkungan atau tidak menjaga sustanaible lingkungan. Kalau ada salah satu negara dari anggota Uni Eropa yamg mengimpor, maka negara itu temasuk melanggar Undang-undang yang diputuskan oleh UE.
Indonesia, pengekspor minyak sawit terbesar di dunia, pada Rabu (17/5) mendesak negara-negara pengimpor untuk mengakui dan membayar pungutan minyak sawit yang diproduksi secara berkelanjutan daripada memboikot komoditas tersebut. Sejumlah pihak mengkritik bahwa produksi minyak sawit Indonesia berkaitan dengan deforestasi di negara ini.
Uni Eropa pada April menyetujui undang-undang deforestasi untuk memblokir impor minyak kelapa sawit, daging sapi, kedelai, dan komoditas lainnya jika terkait dengan perusakan hutan dunia.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat, 30 Desember 2022. mengatakan negara-negara konsumen memperketat persyaratan masuk untuk minyak sawit.
“Sambil berusaha memperbaiki praktik lingkungan, kami meminta kerja sama semua pemangku kepentingan untuk membayar premi untuk produk yang mengadopsi praktik keberlanjutan,” kata Airlangga pada pertemuan tingkat menteri Dewan Negara Penghasil Minyak Sawit (CPOPC).
Memboikot kelapa sawit, kata Airlangga, tidak akan memberikan solusi jangka panjang bagi lingkungan.
Produsen minyak sawit dalam beberapa tahun terakhir mengatakan perusahaan barang konsumen tidak membeli minyak sawit bersertifikat keberlanjutan dalam volume signifikan. Akibatnya, aksi tersebut mengganggu upaya pemerintah untuk memberi penghargaan kepada mereka yang mengadopsi praktik yang lebih hijau dan mengurangi deforestasi.
Indonesia dan Malaysia, anggota pendiri CPOPC, akan mengirimkan utusan mereka ke Uni Eropa pada akhir Mei untuk membahas dampak undang-undang deforestasi blok tersebut terhadap sektor kelapa sawit di kedua negara.
Perusahaan internasional, berhenti beli Sawit Indonesia, dan Indonesia mengirim utusan ke UE bertujuan untuk mencari kejelasan tentang persyaratan aturan Uni Eropa terkait minyak sawit dan mendesak blok tersebut untuk mengakui sertifikasi keberlanjutan minyak sawit, kata Menteri Komoditas Malaysia Fadillah Yusof.
Malaysia berkomitmen untuk meningkatkan proporsi minyak sawit dalam biodiesel secara progresif, kata Fadillah, yang juga menjabat sebagai wakil perdana menteri.
Indonesia dan Malaysia adalah produsen minyak sawit terbesar dunia. Keduanya menggunakan minyak nabati sebagai campuran untuk memproduksi biodiesel. Pemerintah sendiri terus meningkatkan campuran minyak sawit menjadi 35 persen pada Februari, sedangkan Malaysia 20 persen.
imbcnews/voa dioala/.