CDU/CSU Menangkan Pemilu Jerman
IMBCNews – Jakarta – Aliansi Partai konservatif Uni Demokrat Kristen/Uni Sosialis Kristen (CDU/CSU) memenangkan Pemilu Federal Jerman yang digelar, Minggu (23/2), sekaligus mengantarkan Fridrich Merz sebagai kanslir baru.
Detusche Welle (DW) melaporkan, Senin (24/2), CDU/CSU meraih suara terbanyak (28,6 persen) di parlemen, sementara posisi kedua diraih partai populis sayap kanan Alternatif Jerman (AfD) dengan 20,8 persen suara.
Dalam pidato kemenangannya, Merz menyuarakan persatuan Eropa dan mengkritik AS yang dianggap mencampuri kampanye Pemilu Jerman secara berlebihan lewat cuitan-cuitan miliarder Elon Musk yang mendukung AfD.
”Jerman di bawah tekanan sangat besar oleh dua belah pihak (AS dan Rusia? -red) sehingga prioritas utama saya kini adalah menyatukan Eropa. Sangat mungkin untuk menciptakan persatuan di Eropa,” kata Merz.ya.
”Dunia tidak menunggu kita,” ujar Merz sembari menambahkan, Eropa harus meningkatkan kemampuan pertahanan sehingga tidak berada di bawah bayang-bayang AS.
Komentar Merz muncul setelah Trump menghubungi Presiden Rusia Vladimir Putin soal penyelesaian perang Ukraina-Rusia tanpa menyertakan Ukraina dan Eropa, menyiratkan keraguan tentang peran Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Merz menilai, setelah pernyataan rump pekan lalu, jelas bahwa sebagian besar rakyat AS tidak peduli dengan nasib Eropa sehingga prioritas mutlaknya adalah memperkuat Eropa secepat mungkin sehingga, selangkah demi selangkah, benar-benar dapat mencapai kemerdekaan dari AS (terkait pertahanan).
Merz adalah sosok yang dianggap sebagai antitesis dari mantan Kanselir Angela Merkel yang konservatif dan memimpin Jerman selama 16 tahun.
Dengan sejumlah syarat, dia mendukung perlengkapan perang Ukraina dengan rudal Taurus jarak jauh, sebuah langkah yang dihindari oleh pemerintahan Scholz, dan menganggap inti Eropa berlabuh pada NATO.
Sementara Partai Sosial Demokrat (SPD) pimpinan Kanselir Olaf Scholz yang akan lengser meraih rekor terendah (16,4 persen). Hasil pemilu ini menjadi pukulan terakhir bagi Scholz setelah koalisinya bersama Partai Hijau dan Partai Demokrat Bebas (FDP) pecah gegara anggaran pada November 2024.
Tingkat partisipasi pemilu Jerman tercatat sebesar 83 persen atau tertinggi sejak sebelum reunifikasi pada tahun 1990. Pemilih laki-laki cenderung condong ke kanan, sementara pemilih perempuan menunjukkan dukungan yang lebih kuat untuk partai kiri.
Tantangan koalisi
Walau menang, Merz yang belum berpengalaman akan menghadapi sejumlah tantangan terkait pembentukan koalisi di parlemen yang terpecah dan prosesnya bisa memakan waktu berbulan-bulan. Merz berjanji untuk menyelesaikan koalisi sebelum pertengahan April 2025.
Belum jelas apakah Merz akan menarik satu atau dua mitra koalisi untuk membentuk suara mayoritas termasuk partai-partai lebih kecil yag dapat mengacaukan perhitungan suara di parlemen.
Koalisi tiga partai kemungkinan akan jauh lebih sulit diatur sehingga menghambat arah kepemimpinan Jerman yang jelas belajar dari pengalaman sebelumnya di bawah pendahulunya, dipimpin Olaf Scholz yang akhirnya runtuh.
Sejauh ini, CDU/CSU menyatakan tidak akan bekerja sama dengan AfD. Untuk membangun suara mayoritas, Merz mungkin akan mengundang SPD meskipun tanpa Scholz, atau mendekati Partai Hijau yang meraih 12 persen suara.
Sementara Aliansi Sahra Wagenknecht (BSW) meraih lima persen suara yang memenuhi ambang batas parlemen. Partai Demokrat Bebas (FDP) meraih 4,3 persen suara sehingga jika CDU/CSU memilih BSW, Merz berarti membutuhkan dua sekutu koalisi. Masalahnya, aliansi akan jadi beragam secara ideologis.
Selain masalah mitra koalisi, rezim Merz nanti agaknya akan diwarnai dengan tuntutan pada sosok Jerman yanng berani melawan hegemoni AS di bawah Presiden Trump. (imbcnews/Theo/sumber diolah: Deutsche Welle)