IMBCNEWS Taiwan – 23 Januari 2025, Sutradara Indonesia-Taiwan, Martin Rustandi, dengan dukungan dari Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia di Taipei (KDEI-Taipei), telah mulai menayangkan perdana seri mini-dokumenter terbarunya, Not Far From Home, pada Selasa lalu tanggal 21 Januari 2025 pukul 6 sore, melalui channel TV lokal TaiwanPlus.
Selain itu, Kamis tanggal 23 Januari 2025, KDEI-Taipei secara khusus menggelar Konferensi Pers “Not Far From Home”, di ruang Indonesia Exhibition Centre kantor KDEI-Taipei lantai 1, pukul 11:00. Lokasi kegiatan terlihat ramai dan kegiatan dihadiri oleh banyak tamu undangan, termasuk perwakilan MOL (Kementerian Ketenagakerjaan Taiwan), Wakil Kepala Kantor Urusan Imigran Baru DPP, pimpinan channel TV TaiwanPlus, produser film, para pemeran dalam masing-masing episode, media lokal Taiwan, dan komunitas Indonesia setempat.
Dalam kata sambutan, Kepala KDEI-Taipei, Bapak Arif Sulistiyo mengatakan, “Adalah sebuah kebanggaan tersendiri, dimana ini menjadi konferensi pers tentang film yang dibuat oleh sutradara asal Indonesia di Taiwan, Martin Rustandi. Ini tidak semata sebuah karya seni, namun juga menjadi bentuk dukungan kepedulian terhadap keberadaan masyarakat Indonesia di Taiwan, yang telah turut berkontribusi bagi perekonomian Taiwan dan Indonesia. Keberadaan imigran Indonesia di Taiwan juga ikut meningkatkan perekonomian lokal, serta menambah ragam unsur budaya. Film ini memberikan perspektif yang berbeda bagi masyarakat Taiwan tentang Indonesia, yang mana turut menekankan pentingnya toleransi dan kerjasama antar komunitas. Diharapkan film ini dapat memberikan dampak positif di kedepannya.”
Adapun episode 1 bertajuk “Sally’s Taste”, yang telah ditayangkan di Saluran TV TaiwanPlus adalah sebuah kisah tentang makanan Indonesia yang dibawa ke Taiwan, termasuk bumbu dan rempah-rempah asal Indonesia. Adalah sebuah film dokumenter yang sangat menyentuh hati para penonton. Dan bagi yang berminat, masih dapat menikmatinya di situs dan akun YouTube “TaiwanPlus”.
Produser Film Diana Chiawen Lee menyampaikan, “Tatkala menceritakan sebuah kisah, akan menjadi sangat unik jika isinya adalah tentang kisah hidup imigran asal Indonesia di Taiwan. Film dokumenter akan ditayangkan setiap hari Selasa sejak 21 Januari kemarin bertajuk Sally’s Taste, kemudian Selasa 28 Januari mendatang bertajuk Melati’s Moves. Untuk 3 episode berikutnya, masing-masing bertajuk: Nita’s Voice, Pindy’s Craft dan Ela & Rick’s Journey.”
Dalam konferensi pers, media juga disuguhkan tayangan di tempat untuk episode 2 yang bertajuk Melati’s Move. Kisah tentang seorang guru tari tradisional Indonesia, Melati, yang kini adalah guru tari di TNUA. Pengambilan syuting dan editing dibuat sangat elegan dengan nilai seni kontemporer tinggi, yang menjadikannya berbeda dengan film dokumenter pada umumnya. Selain itu, sutradara Martin Rustandi juga tidak lupa memasukkan “Keseruan ala Indonesia yang terlihat asing, yang ditampilkan dari imigran asing asal Indonesia di Taiwan”. Dengan editing yang mendetail, termasuk latar lagu suara yang sarat suara gamelan kuno terpadu modern.
Pemain utama dalam episode Melati’s Move, Ibu Melati, menyoroti bahwa para penari yang terlihat di atas pentas panggung, mayoritas serba otodidak. Panggung kegiatan diibaratkan sebuah “Rumah”, yang bagi para PMI dijadikan sebagai sebuah “Tujuan lokasi”, mereka yang tertarik untuk pentas, akan rela menyediakan waktu untuk belajar menari tarian yang mungkin tidak pernah disaksikan saat masih di Indonesia. Saat Melati memberikan masukan tentang tarian tradisional, keterikatan Melati dengan para PMI yang belajar menari pun terbentuk, dimana tali silahturahmi antar WNI di negeri orang, tepatnya di Taiwan terus bergulir cepat seirama dengan jalannya waktu. Ada asa ada rasa, paduan unik suka duka dan ragam cerita latar belakang imigran Indonesia di Taiwan, dimana Ibu Melati menyebutkan bahwa tarian sangat mudah untuk dikembangkan, hanya melalui sebuah gerakan, dan ini akan memberikan efek besar dalam bidang pengembangan diri dan sosial masyarakat.
“Namun sayangnya, sebegitu kegiatan pentas digelar dan selesai, maka selesai pula “Rumah” imigran Indonesia tersebut, dan mereka (Para PMI) akan berlanjut bertemu di “Rumah” lainnya di masa yang akan datang”, ujar Ibu Melati yang kini mengajar di jurusan Theater Department di Taipei National University of Art (TNUA).
Mini seri lima episode ini menyajikan eksplorasi yang penuh makna tentang pengalaman imigran Indonesia di Taiwan, memberikan perspektif baru terhadap cerita-cerita imigran. “Proyek ini sangat personal bagi saya,” ujar Martin Rustandi. “Sebagai seorang imigran sekaligus Sutradara, tujuan saya adalah mengangkat suara-suara yang seringkali terabaikan. Lewat kisah-kisah ini, saya berharap dapat menumbuhkan pemahaman dan apresiasi yang lebih besar terhadap kontribusi tak ternilai dari para imigran Indonesia bagi masyarakat Taiwan.”
Dalam konferensi pers, Sutradara Martin menyampaikan rasa terima kasih khusus kepada Ibu Melati, dengan alasan bahwa kisah Ibu Melati adalah kisah perdana yang disyuting, juga menjadi syutingan terakhir dalam seri mini dokumenter tersebut. Hal ini dikarenakan di tengah masa penyutingan Melati’s Move, ayahanda Ibu Melati yang berada di Indonesia dikabarkan telah berpulang ke YME. Dan penyutingan terakhir untuk seri mini dokumenter tersebut, adalah syuting bagian akhir epidose Melati’s Move usai dirinya kembali pulang dari Indonesia ke Taiwan.
Sutradara Martin menyampaikan, “Tak kenal maka tak sayang, dalam seri mini dokumenter ada unsur tarik ulur untuk emosi hati di antara selang masa dulu dan kini. Selain itu untuk dapat mengenal hingga menerima keragaman struktur masyarakat, sangat membutuhkan unsur toleransi antar semua pihak dalam kehidupan manusia. Diharapkan seri mini dokumenter “Not Far From Home” mampu menjadi jembatan pengenalan masyarakat dan pertukaran kebudayaan Indonesia di Taiwan.”
“Not Far From Home” menyoroti pengalaman imigran asal Indonesia di Taiwan, yang penuh warna, namun seringkali luput dari perhatian publik. Serial ini menggambarkan perjalanan hidup mereka yang penuh transformasi, mulai dari menghadapi tantangan hingga meraih harapan – serta menyoroti perjuangan mereka dalam menggapai mimpi, ke beradaptasi secara budaya, dan membangun kehidupan baru di tanah Taiwan, yang mereka anggap sebagai rumah kedua.