Barangkali, tidak pernah terimpikan sebelumnya oleh Nabi Adam As akan menjadi makhluq penghuni bumi fana. Sebab, yang Allah perkenalkan pertama kali adalah fasilitas surga yang wah; Serba mudah, mewah, lagi sangat menyenangkan hati. Selanjutnya, Allah perkenankan Nabi Adam As sebagai pemenang di antara makhluq-makhluqNya yang lain karena dibekali dengan akal untuk berpikir hingga berkreasi.
Hanya saja, dendam kesumat iblis ternyata berbuntut panjang. Ya, panjang dan panjang sekali. Iblis laknatullah secara pasti menunjukkan eksistensinya; Tidak mampu langsung kepada Adam AS, dalam melampiaskan dendamnya, dilakukan iblis melalui bangsa manusia yang lain, tamsil utama; Siti Hawa.
Kelicikan iblis membawa bukti. Adam As dan Siti Hawa pada gilirannya tergelincir hingga Allah memindahkan keduanya dari surga ke permukaan bumi ini.
Pada gilirannya pula, Allah pun menunjukkan sifat-sifat kompromistik sebagai bagian Mahakasih dan MahasayangNya. Dengan kesan tanpa paksaan, Nabi Adam As semacam diberi hak inisiatif untuk melakukan penyesalan yang dipoles dalam tuntunan peningkatan kesadaran yang bernilai luhur (taubatan nashuha); “…innahu huwa tawwabur rahiim.” (… sesungguhnya Dia (Allah) Mahapenerima taubat lagi Mahapenyayang), di atas doa Nabi Adam As:
Allahumma zhalamna anfusana wa inlam taghfirlana watarhamna lana kuu nanna minal khasiriin (Allahumma, kami telah zhalim kepada diri kami sendiri, jika Engkau tidak mengampuni dan menyayangi kami tentu kami akan merugi).
Dengan demikian, semakin terilustrasikan bahwa penyesalan telah menjadi pelajaran pertama dari Allah bagi Adam As. Dimulai ketika Adam As telah sampai di permukaan bumi. Akan tetapi juga, Allah melarang penyesalan yang sifatnya berkepanjangan; Yakni penyesalan yang membuahkan rasa putus asa. Ya, rasa penyesalan yang berbuah pada keputus-asaan itulah yang harus dihindari oleh Nabi Adam As dan keturunannya.
Oleh karenanya pula, di atas penyesalan itu Allah tuntunkan kepada Adam As untuk memasuki wilayah kesadaran yang lebih tinggi tingkatnya, lebih luhur pula sifatnya: Yakni, agar Adam As dan keturunannya berinisiatif memasuki mekanisme ayat-ayatNya, antara lain sebagaimana termaktub di dalam Alqur-an;
Artinya: “Dan seandainya bukan karena keutamaan dari Allah kepada kalian dan kasih sayang-Nya (niscaya kalian akan binasa). Dan sesungguhnya Allah Maha penerima taubat lagi Maha bijaksana.” (QS. An Nuur: 10)
Bersambung