Jakarta-IMBCNews- Kementerian Agama kini resmi memiliki Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Hal itu ditandai dengan terbitnya sertifikat nomor BNSP-LSP-2576-ID tertanggal 10 Januari 2025 dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Berdasarkan sertifikat tersebut, LSP Kementerian Agama berwenang melaksanakan sertifikasi profesi dan uji kompetensi bidang keagamaan.
Kepala Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BMBPSDM) Muhammad Ali Ramdhani menyatakan, perolehan sertifikat LSP melalui proses panjang dengan tahapan yang sangat ketat.
Hal ini dimulai dari tahap apresiasi BNSP pada akhir November 2023, validasi skema sertifikasi profesi baru diperoleh Mei 2024.
Selanjutnya LSP Kemenag mengadakan pelatihan asesor kompetensi pada Juli 2024. Melalui proses penilaian yang detil, full assessment baru keluar 10 Januari 2025. Setelah itu uji kompetensi perdana dengan penyaksian langsung (witness) dari BNSP.
“Proses memperoleh sertifikat LSP ini tidak mudah. Prosesnya panjang, penilaiannya ketat. Meskipun Kementerian teknis yang menangani agama, tapi soal urusan lisensi itu menjadi kewenangan BNSP sepenuhnya.
Karena itu saya menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada pimpinan BNSP yang telah memberi penilaian dan saran perbaikan yang objektif pada setiap tahapan pengusulan LSP ini”, ujarnya di Jakarta, Rabu (18/3/2025).
Guru Besar UIN Sunan Gunung Djati ini menyebut kehadiran LSP menjawab kebutuhan ASN dan masyarakat yang menggeluti bidang keagamaan dan ingin mendapat pengakuan kompetensi.
Dengan kompetensi yang spesifik, ASN Kemenag dan pemangku kepentingan yang berkaitan dengan tugas keagamaan diharapkan makin professional dalam melayani masyarakat.
Lebih dari itu menunjang pekerjaan dan karier yang hendak diraih.
“Hadirnya LSP di Kemenag menjamin standar kompetensi tenaga keagamaan yang dibutuhkan pada era yang makin kompetitif ini.
Saat ini pengakuan kompetensi seseorang tidak hanya berbasis hasil studi pada lembaga pendidikan formal, melainkan juga pencapaian knowledge dan skill tertentu yang lebih spesifik dibuktikan dengan hasil uji kompetensi sesuai bidang pekerjaan”, imbuhnya.
Menurut Ali Ramdhani, Kementerian Agama memiliki jenis layanan keagamaan dan pendidikan agama yang beragam dengan jangkauan luas di seluruh Indonesia. Ada zakat, wakaf dan filantropi keagamaan.
Penyuluh agama, urusan syariah dan ekonomi syariah. Belum lagi haji dan umrah. Sebelumnya juga mengurus jaminan produk halal. Ditambah dengan tenaga pendidikan keagamaan seperti guru ngaji, pesantren, diniyah, ma’had aly, pasraman, sekolah minggu, dan sebagainya.
Pengelolaan rumah ibadah pun membutuhkan tenaga kompeten agar layanan kepada jemaah makin baik dan berkualitas.
“Saat ini baru lima skema profesi yang diberi lisensi BNSP. Yaitu pembimbing haji dan umrah, manajer bidang operasional zakat, supervisor pengumpulan zakat, penyelia halal, dan juru sembelih halal. Di waktu yang tak terlalu lama Kemenag akan segera mengajukan skema lain seperti pengelola wakaf, chef halal, auditor syariah, penyuluh agama, dan guru ngaji, serta pengelola rumah ibadah.
Kalau belum ada SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia), kita akan ajukan ke Kemenaker. Karena lembaga dan kementerian lain sudah banyak yang meminta Kemenag proaktif mengajukan SKKNI ini untuk keperluan profesi di bidang keagamaan yang dibutuhkan,” paparnya.
Kepala Pusbangkom SDM Pendidikan dan Keagamaan, Mastuki menambahkan bahwa lima skema sertifikasi yang sudah terlisensi BNSP ini akan diintegrasikan dengan pelatihan yang terstruktur. Karena LSP Kemenag ini merupakan jenis Pihak-2 (P-2), sertifikat profesi yang dikeluarkan LSP mempersyaratkan lulus dalam pelatihan kompetensi terlebih dahulu.
“Pusbangkom yang diberi amanat menyelenggarakan pengembangan kompetensi ASN Kemenag sedang menggodok pola pelatihan kompetensi yang terintegrasi dengan sertifikasi profesi. Sehingga tiap skema profesi yang akan dikeluarkan sertifikatnya telah memenuhi prasyarat pelatihan kompetensi yang dirancang khusus untuk itu. Kami sedang menjajaki melibatkan Balai/Loka Diklat Keagamaan di seluruh Indonesia untuk pelatihannya. Adapun LSP akan melakukan uji kompetensi untuk sertifikasi profesi sesuai skema” urainya.
Mastuki menjelaskan bahwa kurikulum pelatihan baru terintegrasi ini akan mengadaptasi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) atau Standar Kompetensi Kerja Khusus (SKKK) yang sudah ada.
Prosesnya, setelah mengikuti dan lulus pelatihan yang diselenggarakan Pusbangkom atau Balai/Loka Diklat Keagamaan, peserta berlanjut mengikuti uji kompetensi yang diselenggarakan LSP Kemenag sesuai standar yang diatur BNSP.
“Kami perlu menjalin komunikasi dan menjalin kemitraan dengan stakeholders dan users yang lebih luas. Kami sadar LSP Kemenag tak mungkin mengerjakan urusan keagamaan ini sendiri. Lembaga keagamaan juga berperan besar.
Karena itu pelatihan kompetensi maupun sertifikasi profesi yang akan kami laksanakan mesti melibatkan para pihak. Dalam waktu dekat kami akan menentukan tempat uji kompetensi (TUK) di daerah. Kami memiliki perguruan tinggi, pesantren, balai diklat, madrasah, maupun lembaga keagamaan. Potensinya besar. Kami optimis bisa menyediakan lebih cepat”, imbuhnya.
LSP Kemenag telah menyelenggarakan pelatihan dan uji kompetensi perdana pada 22 Februari 2025. Tak kurang 785 peserta yang mendaftar dari seluruh Indonesia. Animonya sangat besar. Namun karena LSP baru tahap witness, peserta yang lulus dan berhak memperoleh sertifikat profesi berjumlah 77 peserta dari 5 skema yang terlisensi BNSP. (*)