IMBC NEWS, Jakarta | Hampir 1.700 jurnalis terbunuh di seluruh dunia selama 20 tahun terakhir, rata-rata lebih dari 80 setahun. Demikian analisis yang diterbitkan oleh Reporters Without Borders (RSF).
Para aktivis hak media yang berbasis di Paris itu menyatakan dua dekade antara tahun 2003 dan 2022 adalah dekade yang sangat mematikan bagi jurnalis.
“Di balik angka-angka itu, ada wajah, kepribadian, bakat, dan komitmen dari mereka dalam menyuguhkan informasi, mencari kebenaran, dan semangat mereka untuk jurnalisme,” kata Sekretaris Jenderal RSF Christophe Deloire, seperti dilansir dari Aljazirah, Jumat (30/12).
Laporan itu muncul tujuh bulan setelah Shireen Abu Akleh, seorang koresponden televisi Aljazirah yang bekerja selama 25 tahun, dibunuh oleh pasukan Israel ketika dia sedang meliput serangan militer Israel di sebuah kamp pengungsi di Jenin, Tepi Barat yang diduduki. Secara keseluruhan, 12 jurnalis Aljazirah tewas di garis depan.
RSF juga mengklasifikasikan Irak dan Suriah sebagai negara paling berbahaya bagi jurnalis. Terhitung total gabungan 578 jurnalis tewas dalam 20 tahun terakhir, atau lebih dari sepertiga dari total seluruh dunia. Di posisi ketiga ada Meksiko (125 tewas), Filipina (107), Pakistan (93), Afghanistan (81) dan Somalia (78). Laporan tersebut juga menyebutkan 80 persen kematian awak media terjadi di 15 negara.
“Tahun-tahun tergelap adalah 2012 dan 2013, sebagian besar disebabkan oleh perang di Suriah. Ada 144 pembunuhan pada 2012 dan 142 pada tahun berikutnya,” kata laporan RSF.
Angka kematian jurnalis kembali meningkat pada 2022, sebagian karena perang di Ukraina. Sepanjang tahun ini, 58 jurnalis tewas saat melakukan pekerjaannya, naik dari 51 pada 2021. Delapan wartawan tewas di Ukraina sejak Rusia melancarkan invasi besar-besaran ke negara itu pada 24 Februari. Ini sebanding dengan total 12 kematian media di negara itu selama 19 tahun sebelumnya.
Ukraina saat ini adalah negara paling berbahaya di Eropa bagi media, setelah Rusia sendiri, di mana 25 jurnalis tewas selama 20 tahun terakhir. “Sejak (Presiden) Vladimir Putin mengambil alih, Rusia telah melakukan serangan sistematis terhadap kebebasan pers, termasuk yang mematikan. Itu termasuk pembunuhan tingkat tinggi Anna Politkovskaya pada 7 Oktober 2006,” kata RSF.
Politkovskaya adalah pengkritik Putin yang kuat dan telah berhasil mengungkap korupsi tingkat tinggi di negara tersebut. Dia ditembak empat kali di blok apartemennya setelah pulang dari membeli bahan makanan.
Sementara itu, Benua Amerika dinilai tetap menjadi benua paling mematikan bagi jurnalis. “Ternyata, lebih banyak jurnalis terbunuh di ‘zona damai’ daripada di ‘zona perang’ selama dua dekade terakhir, dalam banyak kasus karena mereka sedang menyelidiki kejahatan terorganisir dan korupsi,” jelas RSF.
Amerika menyumbang hampir setengah dari pembunuhan jurnalis, dengan Meksiko, Brasil, Kolombia, dan Honduras bertanggung jawab atas sebagian besar kematian.
“Amerika saat ini jelas merupakan benua paling berbahaya di dunia bagi media,” kata RSF. (Sumber: Republika)