*Dr. Encep Saepudin, S.E., M.Si
IMBC News | Guru. Digugu dan ditiru. Begitulah pengertian bebas guru dalam sebuah akronim.
Bangsa ini menghormati guru dengan melekatkan pahlawan tanpa tanda jasa. Penghormatan sepadan atas dedikasi kerasnya melahirkan siswa berkompetensi SNP (Standar Nasional Pendidikan) ditengah keterbatasan sarana, prasarana, serta honornya.
Sebaliknya siswa beragam tingkah polahnya. Dari yang anteng hingga petakilan (perbuatan yang mengarah pada bandel).
Apalagi bila orang tuanya mendukungnya tanpa peduli salah benar kelakuannya. Hanya bisa berucap: wow!
Jadilah ruang kelas sebagai ajang uji nyali. Dibutuhkan keberanian ekstra dan kehati-hatian tinggi saat berada dalam ruangan itu.
Plus kesabaran maksimum saat muncul peristiwa di luar harapan. Juga perlu pedoman bagi guru tentang batasan hukuman yang dibolehkan dalam mendidik siswa.
Hanya orang-orang pasrah, ikhlas, serta istiqomah bisa melalui profesi sebagai guru. Sikap ini yang menguatkan pengabdiannya hingga belasan tahun menyandang status guru honorer.
Menurut IDEAS, populasi guru honorer berpendapatan di bawah Rp.500 ribu per bulan sebanyak 20,5%. Yang berpendapatan di bawah Rp. 2 juta per bulan sebanyak 74%
Bayangkan! Seorang guru berpendapatan Rp.300 ribu per bulan dikriminalisasi dan diduga diperas oknum sebesar Rp 50 juta, yang setara besaran honornya selama 16 tahun. Tega banget!
Bayangkan kalau guru honorer itu adalah diri kamu, bestie. Dengan pendapatan sekitar Rp.300 ribu per bulan.
Apa yang akan kamu lakukan untuk sekadar hidup? Menyambi?
Jadi pemulung. Jadi tukang rongsok. Jadi pengamen. Jadi petani. Jadi peternak. Jadi pengamen. Bikin les ini itu. Jadi……
Kagak mungkin nyambi jadi CEO. Kecil peluang nyambi jadi tenaga ahli atau staf khusus petinggi. Atau, Nyambi kerjaan jadi-jadian yang bergelimang uang.
Tragis! Ironis! Speechless!
Islam menempatkan guru pada posisi terhormat. Begitulah makna QS Al Mujadalah : (11), berbunyi: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.”
BPS melaporkan, per 30 November 2013, total jumlah guru sebanyak 3.857.718 orang. Terdiri dari guru SD: 1.620.461 orang, SMP: 715.253 orang, SMA: 355.147 orang, SMK: 339.715 orang, MA: 179.136 orang, MTS: 325.309 orang, dan MI: 322.697 orang.
Menurut Kemendikdasmen, per semester ganjil 2024-2025, jumlah guru perempuan 2.458.717 orang dan laki-laki 967.420 orang.
Mungkin alasan besaran pendapatan pula menyebabkan kaum laki-laki enggan memilih guru sebagai profesi. Sebab pendapatannya kagak menjamin masa depan dirinya sendiri dan apalagi bagi keluarganya kelak.
Hanya pria sejati berani jadi guru. Keren!
Secara umum, menurut PISA 2018, minat siswa Indonesia usia 15 tahun menjadi guru hanya 0,3%. Sejumlah negara masih cukup tinggi peminatnya dengan skor 15%.
Sekarang ini, jumlah guru di dunia sekitar 93,7 juta orang. Terdiri dari 11,6 juta guru pada level in pre-primary, 32,6 juta guru pada level in primary, 20,7 juta guru pada level di lower secondary, 15,7 juta guru pada level in upper secondary, dan 13,1 juta guru pada level in tertiary education.
Task force on teachers for education 2030 melaporkan bahwa kebutuhan guru berkualitas akan terus bertambah. Karenanya, kuantitas dan kualitasnya selayaknya bak dua sisi mata uang.
UNESCO memproklamirkan tanggal 5 Oktober sebagai Hari Guru Se-Dunia sejak tahun 1994. Di Indonesia, hari Guru dirayakan setiap tanggal 25 November.
Kadang hari istimewa itu menjadi momentum guru kembali berharap perbaikan kesejahteraan. Minimal menerima pendapatan besaran UMP per bulannya.
Sebagaimana semangat Kyoiku Shonen. Tanpa hari guru, pendapatannya layak ditiru.
Setuju?
*Pemulung Kata sekaligus dosen Prodi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Purwokerto