Anwar Abbas*
IMBC News | Di kalangan para ahli fiqih dan ushul fiqih ada satu qaidah yang sangat terkenal yang berbunyi : tasharrufu al imam ‘ala alro’iyati manuthun bil mashlahah.
Artinya apa saja kebijakan yang dibuat oleh seorang pemimpin (di dalam berbagai tingkatan tentunya) bila terkait dengan rakyat maka haruslah diorientasikan bagi terciptanya kemashlahatan.
Semangat itu juga terlihat dalam pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi : Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Dari kedua sikap dan pandangan tersebut terlihat bahwa yang harus dipikirkan oleh seorang pemimpin bukanlah dirinya , atau kroni-kroni dan kelompoknya tapi bagaimana dia bisa berbuat baik dan terbaik sehingga bisa tercipta sebesar-besar kemashlahatan dan kemakmuran bagi rakyatnya.
Pemimpin yang semacam inilah yang sangat sulit kita temukan sekarang ini, sehingga akibatnya kita lihat praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) masih bersimaharajalela dimana-mana.
Padahal salah satu tujuan kita melakukan reformasi adalah karena kita ingin memberantas praktek KKN tersebut. Jadi dengan demikian dapat dikatakan bahwa reformasi yang kita laksanakan selama ini telah gagal karena dikhianati sendiri oleh para pemimpinnya.
*Wakil Ketua Umum MUI