IMBCNews, Jakarta | Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) resmi menetapkan pemberlakuan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah Kering Giling (GKP) di tingkat petani sebesar Rp6.000 per kilogram (kg).
Demikian antara lain disampaikan Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi di Jakarta, Jumat (7/6). “Kebijakan penetapan ini tertuang dalam Peraturan Badan Pangan Nasional atau Perbadan Nomor 4 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Perbadan 6 Tahun 2023 tentang Harga Pembelian Pemerintah dan Rafaksi Harga Gabah dan Beras,” katanya.
HPP Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani, sebut Arief, telah ditetapkan sebesar Rp6.000 per kilogram dengan kualitas kadar air maksimal 25 persen dan kadar hampa maksimal 10 persen.
Sementara itu, HPP Gabah Kering Panen di tingkat penggilingan sebesar Rp6.100 per kg dengan kualitas kadar air maksimal 25 persen dan kadar hampa maksimal 10 persen.
Untuk GKP dengan kualitas kadar air maksimal 14 persen dan kadar hampa maksimal 3 persen, pemerintah menetapkan HPP di penggilingan sebesar Rp7.300 per kg.
“Kemudian HPP gabah kering giling di gudang Bulog sebesar Rp7.400 per kg dengan kualitas kadar air maksimal 14 persen dan kadar hampa maksimal 3 persen,” jelas Arief.
Ia juga mengatakan, HPP beras di gudang Bulog sebesar Rp11.000 per kg dengan kualitas derajat sosoh minimal 95 persen, kadar air maksimal 14 persen, butir patah maksimal 20 persen, dan butir menir maksimal 2 persen.
Besaran HPP gabah dan beras yang diberlakukan, lanjut Arief, sama besar dengan fleksibilitas yang sebelumnya dikeluarkan berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Republik Indonesia Nomor 167 Tahun 2024 Tentang Fleksibilitas Harga Pembelian Gabah dan Beras Dalam Rangka Penyelenggaraan Cadangan Beras Pemerintah.
Arief mengatakan dengan penetapan HPP GKP tersebut harga batas bawah pembelian gabah/beras oleh Perum Bulog dapat menjaga dan melindungi harga dasar gabah/beras di tingkat petani.
Sebelumnya Bapanas memberlakukan kebijakan fleksibilitas HPP sejak 3 April 2024, dengan besaran yang sama dalam Perbadan tersebut.
“Jadi, instrumen ini kita harapkan dapat melindungi kepentingan petani di hulu, sehingga harga gabah/beras tidak jatuh di tingkat produsen dan dapat menjadi dasar bagi Bulog untuk mengoptimalkan penyerapan hasil panen petani dalam negeri,” ujar Arief.
Arief menegaskan, dalam proses penetapan HPP gabah/beras ini telah melalui serangkaian diskusi panjang bersama pemangku kepentingan di bidang perberasan, dengan memperhatikan berbagai sisi terutama pada tiga lini antara lain di tingkat produsen, pedagang, dan konsumen.
Dia berharap dengan kebijakan tersebut dapat menjadi jaring pengaman bagi produsen gabah dan beras, sehingga harga tidak terlampau turun jauh pada saat panen.
Komponen biaya produksi, lanjut Arief, seperti benih, pupuk, hari orang kerja, sewa lahan, dan seterusnya itu saat ini mengalami kenaikan dan harus disikapi dengan baik.
“Kita tidak bisa memuaskan semua pihak, namun penetapan HPP ini tentunya berdasarkan masukan, diskusi, dan tanggapan dari berbagai stakeholder perberasan dan mempertimbangkan keseimbangan harga hulu hilir,” terang Arief.
Arief menambahkan, di dalam Perbadan tersebut juga mengatur tentang rafaksi harga, sehingga apabila terdapat gabah dan beras yang tidak sesuai dengan kualitas yang ditentukan seperti rincian di atas, Bulog tetap bisa menyerapnya. (Sumber: Antara)