Jakarta- IMBCNews – Industri film di tanah air sejatinya bisa berkontribusi dalam peningkatan ekonomi kreatif. Namun para pembuat film selalu dihadapkan pada soal film produksinya nanti laku atau jeblok di pasar.
Pasalnya, banyak film dengan bujet besar tapi di bioskop sepi penonton alias flop. Bagaimana membuat film idealis tapi laku? Demikian benang merah yang muncul pada diskusi publik ‘Dilema Sinema Indonesia : antara film komersial dan film idealis’ di Jakarta, baru-baru ini.
“Kami dari MD Pictures selalu berupaya membuat film kolosal sekaligus laku di pasar. Misalnya ‘Ainun dan Habibie’ atau ‘KKN di Desa Penari yang meraih BO (box office, diatas 1 juta penonton) sebesar 10 juta penonton,” ujar Sigit Prabowo selaku CEO MD Pictures dalam diskusi yang dimoderatori Praktisi film Budi Sumarno.
Sementara Sutradara Anggy Umbara berpendapat lain.
“Film idealis umumnya kurang diminati penonton” paparnya. “Tapi bertujuan untuk inspirasi, motivasi dan mengajak penonton berpikir lebih dalam lagi dalam kehidupan masyarakat, oke-oke saja,” imbuh Anggy yang filmnya ‘Siksa Neraka’ diminati penonton.
Diskusi publik dalam rangka Hari Film Nasional (HFN) ke 74 ini cukup menarik. Sebelumnya digelar pembacaan puisi oleh aktor Pong Harjatmo dan peluncuran teaser film ‘Sam Pek Eng Thay van Java’ produksi perdana Yayasan Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (YPPHUI) dan disutradarai Ensadi Joko Santoso.
“Film ini akan syuting usai Lebaran dan pemeran-pemerannya sedang kita cari. Meski plot ceritanya lain tapi pakem dan endingnya sama,” ujar produser Sonny Pujisasono.
‘Sam Pek Eng Thay’ adalah cerita legenda dari Tiongkok dan pernah difilmkan oleh The Teng Tjoen di tahun 1931. Kerap dipanggungkan dalam bentuk ketoprak di daerah dan terakhir dipentaskan oleh Teater Koma. (*)