IMBC NEWS, Jakarta | Peneliti Pusat Studi Hukum Konstitusional Universitas Islam Indonesia (PSHK UII), Mazdan Maftukha Assyayuti menilai bahwa masa jabatan kades telah diatur Pasal 39 UU Desa. Kades dapat menjabat enam tahun dan paling banyak tiga periode.
Menurut Maftukha, kades dapat menjabat maksimal 18 tahun. Bila diperpanjang jadi 9 tahun, maka kepala desa dapat menjabat paling lama 27 tahun. Pembatasan masa jabatan merupakan perwujudan prinsip demokrasi dan semangat yang dihendaki UUD 1945.
“Sehingga, penyimpangan atas prinsip pembatasan masa jabatan kepala desa itu merupakan penyimpangan terhadap amanat konstitusi,” kata Mazdan, Kamis (19/1/2023) sebagaimana dilansir Republika.
Kekhawatiran polarisasi akibat persaingan politik di tingkat desa dan ektivitas pemerintah desa, sebut Maftakhu, dapat dicegah dengan pendidikan politik. Lalu, perbaikan kultur politik dan pemenuhan asas pemerintahan yang baik. “Bukan memerpanjang masa jabatan kepada desa,” sebut Mazdan.
Ia menekankan, lama seseorang menduduki jabatan rentan berakibat munculnya penyimpangan. Ketika melebihi batas wajar, berpotensi menyalahgunakan kedudukan dan wewenang. Apalagi, jika diperpanjang dari 18 tahun menjadi 27 tahun.
Sebab, lama masa jabatan kepala desa hampir sama dengan masa kepemimpinan dari Presiden Soeharto selama 32 tahun yang banyak terjadi penyimpangan. Aspirasi masyarakat dinihilkan, hasrat elite lokal berkuasa justru mendapat dukungan.
Dampaknya, beragam akses politik, sosial dan ekonomi dapat dikuasai kepala-kepala desa dan orang-orang yang dekat dengannya selama 27 tahun. Karenanya, atas beberapa catatan tersebut, PSHK FH UII memberikan beberapa rekomendasi.
“PSHK UII merekomendasikan DPR RI dan Presiden Jokowi agar menolak permohonan revisi UU Desa berkaitan perpanjangan masa jabatan kepala desa,” kata Mazdan.
Kepada Mendagri agar melakukan pendidikan politik dan pengendalian efektivitas pemerintah desa. Kepada forkopimda kabupaten/kota, maksimalkan fungsi menunjang bupati/wali kota dalam pembinaan, pengembangan, koordinasi dan penanganan konflik.
“Khususnya, berkaitan dengan polarisasi di desa,” ujar Mazdan.
Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) dan beberapa legislator di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendukung revisi terhadap UU Desa. Terutama, soal perpanjangan masa jabatan kepala desa dari enam tahun selama tiga periode menjadi 9 tahun. (Sumber: Republika)