IMBCNEWS Jakarta | – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jeblok lebih dari 5% pada perdagangna Selasa hari ini (18/3/2025) pukul 11.19 WIB.
Akibat itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan perdagangan sementara, alias IHSG mengalami trading halt. Fenomena terparah ini terulang lagi setelah krisis 2020 lalu akibat Pandemi Covid-19.
IHSG kini bertengger di posisi 6.146,91 dengan penurunan tajam 325,03 poin atau 5,02%.
Analis Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta mengungkapkan pendapatnya terkait faktor yang membuat IHSG ambruk karena masih banyak sentimen negatif.
“Dari domestik ada pelemahan dari kalangan tingkat menengah yang merupakan sumber pendapatan pemerintah. Sejauh ini pelaku pasar juga masih menantikan kebijakan yang pro market ” ujarnya kepaada CNBC Indonesia pada Selasa (18/3/2025).
Nafan juga menyoroti soal kondisi awal tahun ini yang penuh tantangan mulai dari daya beli lemah yang tercermin dari deflasi secara tahunan pada Februari 2025 merupakan yang terparah dalam seperempat abad.
Ekonom PT Sucor Sekuritas, Ahmad Mikail mengatakan penyebab IHSG anjlok hari in karena saham-saham konglomerat yang jatuh.
“Yang bikin IHSG turun adalah saham-saham konglomerat karena valuasinya sudah tinggi” ungkapnya.
Setuju dengan hal itu, Erwin Supandi, Head of Equity Retail dari HP Sekuritas mencermati tekanan dari saham-saham Grup Barito.
“Penurunan harga saham-saham Grup Barito juga memberikan tekanan tambahan pada IHSG, mengingat kapitalisasi pasar yang besar dari emiten-emiten tersebut. Dengan demikian, anjloknya saham-saham milik Prajogo Pangestu berkontribusi signifikan terhadap pelemahan IHSG hari ini” terang-nya.
Lionel Priyadi, Fixed Income & Macro Strategist dari Mega Capital Sekuritas juga mengatakan “Ada risiko politik dan mau lebaran juga, investor pilih defensif cash daripada pegang equity” ungkapnya ke CNBC Indonesia pada Kamis (18/3/2025).
Meski begitu, Erwin Supandi juga mengingatkan bahwa “IHSG mengalami penyesuaian dalam kondisi pasar yang dinamis, tetapi fundamental ekonomi Indonesia tetap kuat. Investor diharapkan tetap fokus pada strategi jangka panjang dan memanfaatkan momentum koreksi ini sebagai peluang untuk menyesuaikan portofolio” ujarnya.
Erwin mengungkapkan bahwa fundamental bisnis emiten di Indonesia maish banyak yang tetap kuat dan memiliki prospek pemulihan jangka panjang yang baik.
imbcnews/cnbc/diolah/