|MBC News | Depok, Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Prof. Dr Maswardi Rauf mengisyaratkan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024 diperkirakan bakal rusuh jika para politisi yang ikut berkontestasi tidak mampu menahan diri dan tidak mampu menyelesaikan konfik secara damai.
Diantara syarat Pemilu damai, adalah kemampuan setiap orang untuk menyelesaikan perbedaan/konflik secara damai dengan musyawarah dan mencegah kekerasan/kerusuhan. “Sehebat apa pun aturan dibuat kalau para politisi belum mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan konflik secara damai, pemilu akan selalu tidak santun dan rusuh,” kata Maswardi Rauf, dalam diskusi publik dengan tema Membangun Budaya Politik Santun dan Beretika Menuju Pemilu dan Pilkada Damai, di Depok Kamis.
Guru Besar UI itu lebih jauh menguraikan tentang pakem sistem demokrasi. Demokrasi menginginkan kebebasan sehingga Pemilu diadakan agar terjadi persaingan di antara manusia yang bebas untuk berusaha mendapat dukungan dari para pemilih agar bisa menduduki jabatan-jabatan di pemerintahan.
Oleh karena itu, katanya, Pemilu selalu panas dan tegang. Demokrasi memberikan sejumlah persyaratan agar Pemilu yang santun dan damai dapat terlaksana.
Bangsa Indonesia terkanal santun, namun jika kepentingannya tidak terwujud atau terakomadasi, maka kesantunan itu segera sirna, katanya.
Maswardi Rauf yang juga mengajar di Univ. Unhas Makssar juga mengamati akan adanya potensi kerusuhan dalam Pemilu 2024. Salah satunya adalah masih terjadinya Money Politics. Bentuk lain dari Pemilu yang tidak santun dan berpotensi konflik adalah, adanya politik uang (Money Politics). Istilah politik uang mengacu pada digunakannya uang untuk mendapatkan dukungan dari para pemilih.


Politik uang jelas bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi karena hak pilih adalah nilai yang tidak bisa ditukar dengan uang. Hak pilih adalah hak individual untuk menentukan siapa yang akan duduk di pemerintahan untuk membuat kebijakan-kebijakan yang mengatur rakyat banyak. Oleh karena itu politik uang dapat merusak demokrasi karena para pemilih tidak menggunakan hak pilihnya dengan benar sehingga banyak calon yang tidak layak menang dalam pemilu menjadi pemenang pemilu.
“Sampai sekarang Indonesia belum menemukan cara untuk mengatasi politik uang yang semakin marak setiap kali Pemilu. Dan model seperti Indonesia ini. Pemilu yang diwarnai money polticks tidak ditemukan dalam sistem Pemilu di negara-negara yang sistem demokrasinya sudah maju seperti halnya di negara Eropa Barat,” katanya.
Diskusi publik yang juga memperingati 78 Tahun Indonesia Merdeka, dibuka oleh Wali Kota Depok, Dr. Mohammad Idris yang diwakili oleh Sekdanya, Supian Suri dengan pembicara Abdul Ghofur, Msi Direktur Rumah Bebbas Konflik dan Dosen Politik UPN Jakarta dengan moderator wartawan TV Kompas Bayu Sutiyono.
Sementara itu, Abdul Ghofur menambahkan, kemungkinan terjadinya konflik dalam Pemilu 2024 akan mudah terjadi jika kesiapan infrastruktur tidak mudah terpenuhi. Komisi Penyelenggara Pemilu masih mempunyai masalah laten, soal integritas, dan kapasitas para penyenggara Pemilu.
Di luar itu, masih adanya politik indentitas untuk memenagkan kontestasi Pemilu. “Belajar Pemilu sebelumnya, sebut saja 2019 terjadinya polarisasi politik indentitas seyogianya dapat dipetik sebagai pelajaran untuk memperbaiki sistem Pemilu 2024, namun perbaikan itu hingga kini belum juga tampak,” katanya seraya menambahkan, gejala politik indentitas kedepan masih akan diangkat oleh kelomok-kelompok tertentu.
Oleh karena itu, Pemilu akan damai jika syarat terpenuhi yakni selain perbaikan infrastruktur dalam Pemilu, hukum harus berjalan tegas dan tuntas.
“Kalau ada penyelenggara yang sengaja melakukan kesalahan segera diganti, jika ada pihak yang sengaja membuat kekisruhan aparat hukum segera menindak dan menghukum. Dengan tegasnya pelaksanaan hukum Pemilu damai akan dapat terwujud,” kata Abdul Ghofur. (tys-imbcnews/diolah-red)