IMBCNEWS | Situasi ekonomi di Indonesia kini relatif sulit. harga telur dan dagng ayam mulai meranagka naik. Kesulitan masyarakat ini kedepan akan ditambah adanya rencana untuk mewajibkan sebagian masyarakat membeli gas 3kg membawa KTP.
Pemerintah Indonesia berencana mewajibkan masyarakat membeli gas elpiji tiga kilogram dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Kebijakan ini diambil sebagai pendataan ulang supaya “subsidi tepat sasaran”, demikian dilansir BBC London, di Jakarta, Rabu pekan ini.
Namun, pedagang menyebut rencana kebijakan ini akan membuat pembeli “pada antre”, sedangkan analis kebijakan publik menilai kebijakan yang kerap tidak matang hanya akan membuat masyarakat semakin tidak percaya dengan pemerintah.
Seorang pejabat di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan kebijakan mulai diujicobakan di lima kecamatan beberapa kota dan akan terus diperluas mulai 2023.
“Ah, repot amat. Aturan dari mana itu?” Marhaya, 65 tahun, menaikkan alis matanya ketika ditanya pendapatnya terkait rencana pembelian elpiji 3kg dengan KTP tahun depan. Marhaya adalah pemilik warung klontong di kawasan Jakarta Selatan. Ia sehari-hari bisa menjual dua sampai tiga tabung gas elpiji kepada masyarakat sekitar.
“Dengerin nih ya, KTP nggak bisa dikasih orang sembarangan,“ tambah Marhaya yang memahami pentingnya keamanan data pribadi.
Ia secara terbuka menolak rencana pemerintah itu. “Saya kan beli [gas elpiji] kontan. Belinya pakai duit bukan pakai tempe.”
Marhaya setiap hari membeli gas dari apa yang disebut “pangkalan” yang jaraknya sekitar 500 meter dari warungnya. BBC News Indonesia kemudian mendatangi agen gas tersebut dan bertemu dengan pemiliknya, Faturrohman.
“Belum ada sosialisasi. Beberapa customer sudah WA [WhatsApp] ke saya, ‘pak ini benar nggak? Saya juga nggak tahu. Saya bilang, ‘tunggu dari pemerintah saja’. Saya gituin.” Dalam sehari, Faturrohman bisa menjual 250 tabung elpiji seberat 3kg ke warung-warung kecil yang mencakup seperempat kelurahan di Pejaten Timur, Jakarta Selatan. Ia tak bisa membayangkan jika semua pelanggannya harus menyerahkan KTP dan harus dicatat.
“Saya jualan bingung juga, pasti pada antre kan? 250 [tabung] sehari, coba bayangin. Catat-catat KTP. Nggak kebayang itu,“ kata pria 38 tahun sambil tertawa membayangkannya.
Selain itu, kata dia, pedagang kecil yang menjadi pembelinya harus tetap dipertahankan. Sebab, dari pedagang ini, gas-gas elpiji tersebut bisa didistribusikan ke masyarakat hingga ke gang-gang kecil. “Warung kecil itu nggak ambil banyak [untung]. Paling Rp2.000, paling besar Rp3.000 [per tabung]. Harusnya pemerintah syukur ada itu,” tambah Faturrohman.
Sementara itu, Andut, seorang pedagang gorengan yang biasa menghabiskan dua tabung gas elpiji 3kg dalam satu hari, mengaku tidak keberatan menyerahkan KTP demi mendapatkan bahan bakar tersebut. “Ya kalau memang semuanya, apa boleh buat, kita ikuti saja. Kalau kata pemerintah harus begini, ya ikutin saja,“ katanya.
Analis kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Lina Miftahul Jannah, menilai kebijakan pemerintah ini belum matang, tapi sudah disosialisasikan ke masyarakat. Implikasinya, kata dia, “menimbulkan masalah di lapangan”.
“Masalah pemantauan siapa yang bertanggung jawab? Yang berikutnya lagi, pada akhirnya menimbulkan ketidakpercayaan lagi dari masyarakat kepada pemerintah. Masyarakat akan menganggap pemerintah main-main atau bagimana,” kata Lina saat dihubungi.
Sebelumnya, pemerintah juga sempat mewacanakan konversi elpiji gas 3kg menjadi kompor listrik. Namun program ini kandas dengan dalih menjaga kenyamanan masyarakat dalam pemulihan ekonomi pascapandemi.
“Di lapangan tidak sesederhana yang dipandang pemerintah… Harus benar-benar dipikirkan kebijakannya, bukan hanya sesaat semata,” tambah Lina.
Masih diujicobakan
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, mengatakan kebijakan pembelian elpiji 3kg memakai KTP baru diujicoba. “Belum diputuskan pakai KTP. Jadi kan masih dibahas,” kata Tutuka Ariadji, kepada BBC News Indonesia, Selasa (27/12/2022).
Sejauh ini, Kementerian ESDM bersama Pertamina masih melakukan uji coba di lima kecamatan di Kota Tangerang, Tangerang Selatan, Semarang, Batam, dan Mataram. “Tapi tahun depan, itu bertahap. Jadi ini proses dari sosialisasi juga… Wajar memang [belum banyak yang tahu],” tambah Tutuka. Tutuka juga menambahkan tahapan pertama dalam program gas yang terkenal dengan sebutan melon ini adalah registrasi mandiri oleh semua masyarakat yang menggunakannya.
“Semua pembeli elpiji, harus registrasi. Gitu saja dulu. Kita tidak melihat bahwa dia berhak atau tidak,” katanya.
Semua yang melakukan registrasi tersebut masih tetap bisa membeli gas elpiji 3kg sampai pemerintah melakukan penyortiran data.
IMBCnews/**/bbc/diolah