Jakarta-IMBCNews – Negara hukum yang baik harus demokratis sehingga kedua aspek tersebut perlu berjalan beriringan dan diperbaiki jika dinilai belum maksimal.
Demikian disampaikan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof Dr Jimly Asshiddiqie pada peluncuran Jimly Award bagi Pejuang Penegak Demokrasi dan Konstitusi di Jakarta, Kamis (17/5/2025).
“Demokrasi dan negara hukum itu dua sisi dari mata uang yang sama. Demokrasi yang baik itu demokrasi konstitusional, berdasar atas hukum. Negara hukum yang baik, harus demokratis,” kata Jimly.
Pada acara tersebut juga diperingati Hari Ulang Tahun ke-69 Jimly Asshiddiqie, dihadiri istri tercinta Hj. Tutty Amalia, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Ahmad Muzani dan Mantan Ketua MPR Bambang Soesatyo.
Menurut Jimly, pemimpin Partai Nazi Adolf Hitler mengeklaim bahwa Jerman merupakan negara hukum (rechtsstaat). Namun, dalam perjalanannya memimpin, hukum dibuat berdasarkan kemauan Hitler sendiri.
“Maka rechtsstaat yang tidak demokratis. Jadi, rechtsstaat yang baik itu yang demokratis. Sebaliknya, demokrasi yang baik itu berdasar atas aturan, bukan atas kehendak yang berkuasa,” katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan Indonesia merupakan negara demokrasi terbesar dunia. Dalam konteks demokrasi elektoral, presiden hasil pemilihan umum di Indonesia mengantongi suara terbanyak jika dibandingkan pemimpin dunia lainnya.
Ia menyebut tiga dari lima presiden dengan jumlah pemilih paling banyak di dunia berasal dari Indonesia. Ketiganya, yaitu Presiden Prabowo Subianto, presiden ketujuh Joko Widodo, dan presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono.
Namun begitu, Jimly menyoroti indeks persepsi demokrasi Indonesia yang cenderung menurun dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu, menurut dia, kualitas demokrasi menjadi aspek yang perlu ditingkatkan.
Di samping itu, ia menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara Indonesia adalah negara hukum. Kata “adalah” pada frasa tersebut mencerminkan suatu definisi.
“Jadi, ini definisi. Kalau bukan negara hukum, bukan negara Indonesia. Kalau negara Indonesia, ya, negara hukum,” ucap ketua MK pertama itu.
Permasalahannya, sambung Jimly, indeks rule of law di Indonesia masih belum maksimal. Ia memandang aspek ini perlu ditingkatkan oleh semua pihak.
“Intinya kita ini punya tanggung jawab sejarah untuk meningkatkan kualitas demokrasi dan kualitas negara hukum,” imbuhnya menegaskan.
Ketua MPR RI Ahmad Muzani yang hadir dalam kegiatan itu mengapresiasi adanya inisiatif Jimly Awards. Ia menilai penghargaan Jimly Awards merupakan bentuk ikhtiar kolektif dalam menjaga kesadaran berkonstitusi dan berdemokrasi.
“Kesadaran terhadap demokrasi dan konstitusi tidak boleh padam. Ia harus terus kita hidupkan dengan berbagai cara untuk memperkuat rasa kebangsaan kita,” ujar Muzani.
Sementara itu, Mantan Ketua MPR Bambang Soesatyo menyatakan bahwa kegiatan ini membawa harapan besar. Ia menilai sosok Prof Jimly Asshidqie, sebagai penggagas, memiliki kredibilitas luar biasa.
“Para tokoh yang menerima Jimly Awards adalah mereka yang memberikan keteladanan dalam memperjuangkan demokrasi, yang telah mengalami suka duka, tantangan, dan melawan berbagai bentuk kekuasaan dari masa ke masa,” ujarnya. (KS)