IMBCNews – Kasus korupsi pengadaan iklan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) Tbk memasuki babak baru. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi (YR) sebagai tersangka dan empat tersangka lainnya dari unsur pejabat bank dan pihak swasta.
“Tersangka ini dua orang dari pejabat Bank Jabar Banten (BJB), kemudian tiga orang dari swasta. Dua orang tersebut adalah Saudara Yuddy Renaldi (YR) jabatannya selaku Direktur Utama BJB, kemudian yang kedua adalah Saudara Widi Hartoto (WH) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus Kepala Divisi Corsec BJB, serta tiga pihak swasta, yakni Asikin Dulmanan, Suhendrik, dan Sophan Jaya Kusuma.,” ungkap Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Kamis (13/03/25).
Sebelumnya, Yuddy mundur dari jabatannya sejak 4 Maret lalu. Hal ini diumumkan perseroan dalam keterbukaan informasi di laman Bursa Efek Indonesia (BEI). Dia mengundurkan diri dari jabatannya dengan alasan pribadi atau tepat saat kasus korupsi Bank BJB mulai menjadi sorotan publik.
KPK mengungkapkan bahwa kasus dugaan korupsi ini diperkirakan merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar rupiah. Meski demikian, angka pasti dari kerugian tersebut masih dalam tahap perhitungan oleh pihak berwenang. Sebagai bagian dari penyelidikan, KPK melakukan penggeledahan di 12 lokasi di Bandung, Jawa Barat, salah satu lokasi yang digeledah adalah rumah Mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.
Selanjutnya KPK menemukan fakta bahwa lingkup pekerjaan yang dilakukan agensi hanya menempatkan iklan sesuai permintaan Bank BJB serta penunjukan agensi dilakukan dengan melanggar ketentuan pengadaan barang dan jasa. Hasilnya, KPK menemukan selisih uang dari yang diterima oleh agensi dari Bank BJB dengan yang dibayarkan agensi ke media sejumlah Rp 222 miliar.
“Uang Rp 222 miliar itu digunakan sebagai dana non-budgeter oleh Bank BJB yang sejak awal disetujui oleh Yuddy Renaldi bersama-sama Widi Hartoto untuk bekerja sama dengan enam agensi,” ungkap Budi.
Lebih lanjut Budi mengatakan, dugaan terjadi perbuatan melawan hukum yang dilakukan Yuddy Renaldi dan Widi Hartoto, yaitu keduanya mengetahui dan/atau menyiapkan pengadaan jasa agensi tahun 2021-2023 sebagai sarana kickback, diantaranya, menyusun dokumen HPS bukan berupa nilai pekerjaan melainkan fee agensi guna menghindari lelang, memerintahkan panitia pengadaan agar tidak melakukan verifikasi dokumen penyedia sesuai SOP, serta membuat penilaian tambahan setelah pemasukan penawaran sehingga terjadi post bidding.
“Dari Rp 409 miliar yang ditempatkan dipotong dengan pajak kurang lebih Rp 300 miliar, hanya kurang lebih Rp 100 miliar yang ditempatkan sesuai dengan riil pekerjaan yang dilakukan,” tutur Budi
“Itu pun kami belum melakukan testing secara detail terhadap Rp 100 miliar. Namun, yang tidak riil ataupun fiktif kurang lebih jelas sudah nyata sebesar Rp 222 miliar selama kurun waktu 2,5 tahun tersebut,” sambungnya.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Sampai dengan saat ini KPK belum melakukan penahanan terhadap kelima tersangka. Namun, para tersangka dilarang bepergian ke luar negeri selama 6 bulan ke depan. (*)
rdrmlg/kmps/imbcnews/diolah