Jakarta-IMBCNews – Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi akan menerapkan mabit di Muzdalifah dengan skema murur pada penyelenggaraan ibadah haji 1445 H/2024 M. Skema ini diterapkan sebagai ikhtiar menjaga keselamatan jiwa jamaah calon haji Indonesia atas potensi kepadatan di tengah terbatasnya area Muzdalifah.
Mabit di Muzdalifah dengan cara murur adalah mabit (bermalam) yang dilakukan dengan cara melintas di Muzdalifah, setelah menjalani wukuf di Arafah. Jamaah calon haji Indonesia saat melewati kawasan Muzdalifah tetap berada di atas bus (tidak turun dari kendaraan), lalu bus langsung membawa mereka menuju tenda Mina. Skema murur ini menjadi ijtihad dan ikhtiar bersama dalam menjaga keselamatan jiwa jamaah calon haji Indonesia.
Area yang diperuntukkan bagi jamaah calon haji Indonesia seluas 82.350m2. Pada 2023, area ini ditempati sekitar 183.000 peserta haji Indonesia yang terbagi dalam 61 maktab. Sementara ada sekitar 27.000 peserta haji (9 maktab) yang menempati area Mina Jadid.
Sehingga, setiap orang saat itu hanya mendapatkan ruang atau tempat sekitar 0,45m2 di Muzdalifah. Tahun 2024, Mina Jadid tidak lagi ditempati jamaah calon haji Indonesia, sehingga, 213.320 orang dan 2.747 petugas haji akan menempati seluruh area Muzdalifah.
Padahal, tahun ini juga ada pembangunan toilet yang mengambil tempat di Muzdalifah seluas 20.000 m2, sehingga ruang yang tersedia untuk setiap orang jika semuanya ditempatkan di Muzdalifah, 82.350 m2 – 20.000 m2 = 62.350 m2/213.320 = 0,29m2. Dapat dibayangkan sesempit dan sepadat apa ruang bagi setiap orang ketika harus turun ke Muzdalifah.
“Tempat atau space di Muzdalifah menjadi semakin sempit dan ini berpotensi kepadatan luar biasa yang jika dibiarkan akan dapat membahayakan jamaah. Sebab itulah kita akan menerapkan skema murur saat mabit di Muzdalifah,” ujar Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Subhan Cholid di Makkah, Rabu (5/6).
Sempit dan padatnya ruang di Muzdalifah bukan hanya dialami jamaah calon haji Indonesia, tapi jamaah dari seluruh dunia. Karena, tempat yang tersedia di Muzdalifah memang dibagi rata, sesuai jumlah peserta haji di tiap negara. Maka dari itu, Turki dan sejumlah negara di Afrika telah menerapkan skema murur ini untuk menjaga keselamatan jiwa tiap anggota jamaah calon haji mereka.
Hal ini juga sejalan dengan hasil musyawarah Pengurus Besar Harian Syuriyah Nahdlatul Ulama yang memutuskan bahwa kepadatan jamaah di area Muzdalifah dapat dijadikan alasan kuat sebagai uzur untuk dapat meninggalkan mabit di Muzdalifah, sehingga hajinya sah dan tidak terkena kewajiban membayar dam. Sebab, kondisi jamaah yang berdesakan borpotensi menimbulkan mudharat/masyaqqah dan mengancam keselamatan jiwa.
Pergerakan jamaah calon haji Indonesia 1445 H/2024 M dari Arafah akan dibagi dalam dua skema, yaitu murur dan normal. Pergerakan dengan skema Murur akan menyasar sekitar 25 persen dari total jamaah dan petugas haji. Jumlahnya diperkirakan mencapai 55.000 orang.
Angka ini sepadan dengan 27.000 orang yang tahun sebelumnya menempati Mina Jadid, tambahan kuota 10.000, serta sekitar 18.000 yang terdampak pembangunan toilet di Muzdalifah.
Pemerintah Indonesia akan memprioritaskan skema murur untuk jamaah dengan risiko tinggi (risti), lanjut usia, disabilitas, dan para pendamping lansia.
Sebagai langkah persiapan, PPIH akan meminta petugas kelompok terbang (kloter) untuk mendata jamaah yang akan diikutkan dalam skema murur, sesuai dengan kriteria dan jumlah yang telah ditentukan.
Laporan itu dibuat berbasis kloter dan selanjutnya diserahkan kepada petugas sektor. Data dari sektor akan dihimpun oleh petugas Daerah Kerja Makkah.
Skema murur akan berlangsung pada 9 Zulhijjah dari pukul 19.00 hingga 22.00 waktu Arab Saudi. Jamaah akan bergerak dari Arafah, melewati Muzdalifah, tidak turun untuk Mabit di Muzdalifah, tapi langsung menuju Mina.
Satgas Mina yang menjadi tanggung jawab petugas Daker Makkah akan bergerak dari Arafah ke Mina lebih awal, pukul 13.30 WAS pada 9 Zulhijjah, untuk menyambut kedatangan jamaah.
Pergerakan jamaah dengan skema murur dari Arafah ini akan dilakukan berbasis daftar nama jamaah yang sudah diusulkan. Jamaah berkumpul di pintu keberangkatan maktab di Arafah setelah Magrib untuk diberangkatkan melintas Muzdalifah dan langsung ke Mina.
Sementara untuk pergerakan jamaah dengan skema normal, sistem taraddudi dari Arafah ke Muzdalifah akan dimulai pukul 22.00 WAS, setelah proses pergerakan skema murur selesai.
Kementerian Agama telah melakukan serangkaian pembahasan mengenai skema murur ini dengan otoritas Arab Saudi sebelum ditetapkan. Menurut catataan, lebih dari lima kali pembahasan, antara lain dilakukan dengan pihak Masyariq dan Naqabah (Organda Saudi). Dalam proses pembahasan dan kajian ini, PPIH Arab Saudi juga telah berkirim surat ke Kementerian Umrah dan Haji Arab Saudi.
Di Tanah Air, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Hilman Latief melakukan safari ke sejumlah ormas keagamaan untuk juga mendiskusikan masalah murur, antara lain berkunjung ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Nahdlatul Ulama (NU).
Setelah melalui proses kajian, dipilih skema murur didahulukan. Alasan jamaah dengan skema murur didahulukan pergerakannya dari Arafah, yang paling utama adalah menghindari kepadatan dan masyaqqah yang lebih besar. Apalagi, jamaah yang ikut dalam skema ini masuk kategori risti, lansia, dan kaum disabilitas.
Panitia mendahulukan keberangkatannya untuk menghindari pertemuan jalur murur dan jalur taraddudi Muzdalifah-Mina. Jadi saat murur berjalan, jalur dari Arafah ke Muzdalifah dan Mina masih kosong. Sebab, pergerakan Arafah ke Muzdalifah baru dimulai setelah pukul 22.00 WAS dan pergerakan dari Muzdalifah ke Mina, baru dimulai sekitar pukul 23.30 WAS.
Keberangkatan jamaah dengan skema murur lebih awal, akan memberikan waktu lebih longgar bagi jamaah dengan status risti, lansia, dan disabilitas untuk naik dan turun kendaraan, baik di Arafah maupun saat tiba di Mina.
Jadwal murur lebih awal juga akan menghindari penumpukan kedatangan jamaah calon haji di Mina. Meski tiba lebih awal, jamaah risti, lansia, dan disabilitas, cenderung tidak beraktivitas keluar masuk tenda, sehingga tidak mengganggu lalu lintas.
Petugas haji Indonesia terus mendorong petugas kloter dan sektor untuk menyosialisasikan jadwal dan skema keberangkatan ini kepada jamaah. Para konsultan dan pembimbing ibadah akan memberikan penguatan dan pemahaman kepada jamaah terkait skema murur ini. (*)