Oleh Achmad Nur Hidayat, MPP.
IMBC News | Jimly Asshiddiqie telah memberikan kontribusi signifikan terhadap pemulihan kepercayaan publik dalam sistem keadilan Indonesia. Melalui Mahkamah Kehormatan MK dengan 2 Anggota hakim MKM lainnya, ia menegaskan bahwa hukum tidak hanya harus ditegakkan dengan tegas tetapi juga dengan etika yang tidak tercela.
Pemecatan Anwar Usman dari posisi Ketua Mahkamah Konstitusi merupakan manifestasi dari prinsip-prinsip yang dijunjung tinggi oleh Jimly, yang selalu menekankan pentingnya integritas dan keadilan substansial dalam praktik yudisial.
Langkah Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada Selasa malam 7/11/2023 tersebut adalah respons atas pelanggaran serius terhadap kode etik dan perilaku yudisial, khususnya yang berkaitan dengan impartialitas dan integritas dalam penanganan Kasus Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang uji konstitusionalitas batasan usia calon presiden dan wakil presiden.
Ini menegaskan bahwa keadilan publik bukan hanya soal hukum yang ditegakkan, melainkan juga tentang etika yang dipertahankan oleh para penegak hukum.
Peristiwa ini hendaknya menjadi momentum penting bagi para hakim MK untuk introspeksi dan memastikan bahwa keadilan bukan hanya terasa, tetapi benar-benar ditegakkan.
Sebab, integritas dan keadilan yang terwujud akan menjadi fondasi kuat bagi penegakan hukum yang beradab dan berkeadilan sosial di Indonesia.
Dampak Putusan MKMK dalam Konteks Ekonomi
Putusan MKMK yang memberhentikan Anwar Usman adalah langkah yang berdampak luas, termasuk dalam konteks ekonomi.
Keputusan ini mengirimkan sinyal penting kepada para pelaku pasar dan investor tentang komitmen Indonesia terhadap tata kelola yang baik dan transparansi dalam sistem peradilannya.
Dari sisi ekonomi, kepastian hukum merupakan salah satu faktor penting yang menentukan iklim investasi.
Ketika seorang figur penting dalam sistem peradilan seperti Ketua Mahkamah Konstitusi diberhentikan karena pelanggaran etik, hal ini dapat mempengaruhi persepsi investor terhadap risiko hukum dan politik di Indonesia.
Meskipun dampak langsungnya mungkin tidak segera terlihat dalam indikator ekonomi jangka pendek, dalam jangka panjang, langkah ini bisa meningkatkan kepercayaan investor jika dilihat sebagai bagian dari upaya pemberantasan korupsi dan penegakan hukum yang lebih konsisten.
Putusan ini juga memiliki potensi untuk memperbaiki peringkat Indonesia dalam berbagai indeks kemudahan berinvestasi.
Investor global sering kali mempertimbangkan peringkat ini sebelum membuat keputusan investasi. Reformasi yang menunjukkan peningkatan dalam keadilan dan kepastian hukum dapat menarik lebih banyak investasi asing, yang pada gilirannya akan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Adapun persepsi bahwa hukum bisa menjadi ‘mainan’, peristiwa terkini di MK menunjukkan adanya celah yang bisa mengikis kepercayaan publik dan investor terhadap sistem hukum.
Konsistensi dalam penegakan hukum dan independensi lembaga peradilan adalah kunci untuk mengubah persepsi tersebut. Jika kondisi hukum dianggap acak-acakan dan tidak menjamin keadilan, ini bisa menjadi salah satu faktor yang menjelaskan mengapa Indonesia belum maju dalam peringkat kemudahan investasi.
Keputusan MKMK ini, jika diikuti dengan reformasi sistematis, bisa menjadi langkah penting dalam memperbaiki citra dan meningkatkan peringkat Indonesia di mata dunia investasi internasional. ***
Penulis adalah Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta dan CEO Narasi Institute