IMBCNews, Jalur Gaza | Jalanan di wilayah Jalur Gaza, antaranya berubah jadi pemakaman terbuka, menyusul bombardir Israel yang belum juga surut. Banyak keluarga memilih untuk menguburkan jenazah kerabat mereka yang tewas akibat serangan udara Israel di kuburan massal darurat yang tersebar di seluruh Jalur Gaza.
Kantor berita Turki, Anadolu Agency melaporkan bahwa warga Palestina mengatakan kuburan-kuburan darurat itu dimaksudkan untuk sementara waktu hingga gencatan senjata kemanusiaan diumumkan atau perang berhenti.
Mengenai peputusan pemakaman massal jadi pilihan, karena keluarga di Palestina kesulitan mencapai pemakaman resmi. Agresi Israel belum kunjung berhenti.
Jenazah nantinya akan dipindahkan ke pemakaman resmi di kota-kota. “(Kami mendokumentasikan) lebih dari 120 kuburan massal sementara di wilayah Jalur Gaza untuk para korban perang Israel yang sedang berlangsung,” kata Kepala Euro-Mediterranean Observatory for Human Rights, Rami Abdu, seperti dikutip dari Anadolu, Ahad (17/12).
Dalam pernyataan sebelumnya Abdu mencatat “warga Jalur Gaza terpaksa membangun kuburan massal darurat di lingkungan perumahan, halaman rumah, jalan, aula pernikahan, dan stadion olahraga, karena sulitnya mengakses pemakaman utama dan terorganisir.”
“Kami mendokumentasikan lebih dari 120 kuburan massal darurat di mana tiga atau lebih individu dari keluarga yang menjadi korban serangan dimakamkan,” katanya.
Abdu menjelaskan keluarga-keluarga tersebut beralih ke opsi tersebut karena “ketidakmungkinan untuk mencapai pemakaman utama akibat penutupan jalan, penghancuran infrastruktur, dan operasi militer yang sedang berlangsung.”
“Menggelar pemakaman menghadapi kesulitan besar karena hilangnya sebagian besar atau seluruh anggota keluarga, sehingga prosedur pemakaman menjadi tidak mungkin dilakukan. Selain itu, rumah sakit juga menghadapi kesulitan untuk menerima pasien yang meninggal, terutama dengan berhentinya operasi di Kota Gaza dan wilayah utara,” katanya.
Kementerian Kesehatan Palestina mengumumkan dalam pembaruan kemarin bahwa jumlah korban syahid di Palestina telah melonjak menjadi setidaknya 19.088 orang, dengan lebih dari 54.450 orang terluka.
Kementerian mengatakan dalam pernyataan pers bahwa jumlah korban yang terdokumentasi di Jalur Gaza telah mencapai 18.800 orang, sekitar 10 ribu diantaranya adalah anak-anak. Sementara jumlah korban gugur di Tepi Barat juga melonjak menjadi 288 orang. Selain itu, kata kementerian, 51.000 warga Palestina terluka di Gaza, dan hampir 3.450 lainnya di Tepi Barat.
Di antara korban jiwa di Gaza, lebih dari 300 petugas kesehatan, 86 jurnalis, 35 personel pertahanan sipil, dan 135 staf UNRWA tewas.
Pilihan Tak Terhindarkan
Selama November, Kompleks Medis al-Shifa berubah menjadi kuburan. Hal ini karena pihak rumah sakit harus menguburkan puluhan syuhada di kuburan massal yang tersebar di lokasi, koridor, dan berbagai fasilitas.
Hal itu terjadi setelah mayat-mayat tersebut membusuk dan tentara Israel menolak untuk memindahkannya untuk dikuburkan. Kompleks Medis al-Shifa merupakan institusi kesehatan terbesar yang menyediakan layanan medis di Jalur Gaza.
Selain menerima pasien dan korban luka serangan Israel, rumah sakit ini juga menjadi tempat pengungsian warga yang dipaksa melakukan evakuasi oleh tentara Israel.
Pada 12 November, Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Palestina di Jalur Gaza, Munir Al-Bursh mengatakan tim medis di Al-Shifa menguburkan sekitar 100 jenazah warga Palestina yang terluka dalam serangan udara Israel dan menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit tersebut.
Pada 14 November, tentara Israel menyerbu kompleks tersebut setelah mengepungnya selama beberapa hari, di mana bentrokan terjadi dengan para pejuang Palestina di sekitarnya. Tentara menarik diri setelah 10 hari, meninggalkan kehancuran dan beberapa korban jiwa dan luka-luka.
Situasi yang sama juga terjadi di Rumah Sakit Al-Quds yang berafiliasi dengan Bulan Sabit Merah Palestina di wilayah Tel Al-Hawa, sebelah barat Kota Gaza, dan Rumah Sakit Indonesia di sebelah utara Jalur Gaza. Keduanya menyaksikan proses pemakaman sementara di dalam lokasi mereka.
“Pemerintah memutuskan untuk menguburkan sejumlah syuhada yang jasadnya mulai membusuk di sebuah taman kecil di gedung baru selama masa pengepungan,” kata seorang dokter dari Rumah Sakit Al-Quds.
Dokter tersebut yang tidak bersedia disebutkan namanya, menjelaskan staf rumah sakit terpaksa mengambil tindakan tersebut karena “jenazah para syuhada berdesak-desakan dan menyebarkan bau mayat di koridor-koridor rumah sakit.” Selain itu tentara Israel menolak mengizinkan mayat-mayat tersebut dikeluarkan untuk dimakamkan.
Pada bulan November, tentara Israel memasuki rumah sakit Al-Quds dan rumah sakit Indonesia setelah mengepungnya selama berhari-hari.
Di Jabalia, di Jalur Gaza utara, jurnalis Anas Al-Sharif, yang bekerja untuk Aljazirah, terpaksa memakamkan ayahnya, Jamal Al-Sharif, 65 tahun, di halaman salah satu sekolah di kamp Pengungsi Jabalia pada Senin. Karena sulitnya mencapai pemakaman utama di kamp tersebut karena Israel terus menerus masih melepaskan tembakan.
Warga Palestina juga terpaksa menguburkan korban perang di kuburan darurat yang digali di pasar, di samping toko-toko, di alun-alun, dan di jalan-jalan.
Pada 9 Desember, Anadolu mendokumentasikan pembuatan kuburan massal di alun-alun pasar dan lorong-lorongnya. Saksi mata mengatakan mayat-mayat dikuburkan di ruang hijau di antara dua sisi jalan di Jalur tersebut. (Sumber: Anadolu/Republika)